Lihat ke Halaman Asli

Faishol Adib

Profiless

Perpustakaan Kota Jogja

Diperbarui: 5 November 2021   20:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perpustakaan Kota Jogja/koleksi pribadi

Pagi ini saya menemani Alina mengunjungi Perpustakaan Kota Jogja. Sejak pandemi Covid-19 menyebar tahun lalu, perpustakaan sempat tutup, lalu terbuka secara terbatas. Baru 2 minggu ini perpustakaan itu terbuka untuk semua pengunjung, termasuk anak-anak. 

Berbeda dengan Grahatama Pustaka Yogyakarya, perpustakaan milik Pemerintah Daerah DIY, hingga hari ini masih tertutup untuk anak-anak. 

Buat Alina dan anak-anak lain yang mengunjungi Perpustakaan Kota Jogja, Ruang Anak menjadi tujuan utamanya. Berada di lantai 2, ruang itu sebenarnya tidak terlalu luas. Namun, koleksi cerita dan komiknya cukup beragam. 

Ada bundel Cerita Rakyat Nusantara, bundel Majalan Bobo, bundel Ensiklopedia Populer, serial Keluarga Super Irit, dan cerita-komik lainnya.

Sekarang Ruang Anak lokasinya bergeser sedikit, menempati ruang yang lebih kecil. Ruang yang dulu digunakan sebagai Ruang Anak, berganti menjadi ruang untuk buku-buku ekonomi. Ada papan logo dan tulisan BI CORNER di ruang itu, dengan lay-out ruangan yang lebih bagus. 

Selama berada lebih dari satu jam di lantai 2, saya melihat tak ada satu pun pengunjung yang duduk menikmati koleksi buku-buku ekonomi di ruang BI CORNER. Sedangkan di Ruang Anak, selain Alina, ada beberapa anak lain yang setia duduk sambil membaca buku komik dan cerita.

Sebelum pandemi, Perputakaan Kota Jogja selalu penuh dengan pengunjung, khususnya mahasiswa. Selain di dalam gedung baik di lantai 1 maupun 2, perpustakaan ini juga menyediakan ruang duduk yang nyaman di bagian luarnya. 

Sesekali semua ruang duduk itu penuh dengan mahasiswa. Pernah satu kali, karena tidak kebagian tempat, saya duduk di Ruang Anak. Perpustakaan ini juga menyediakan satu ruangan tertutup untuk diskusi yang bisa digunakan selama 3 jam.

Perpustakaan Kota Jogja terletak di Jalan Suroto. Sebelum ditetapkan bernama Jalan Suroto, Mataram Boulevard menjadi nama jalan itu saat Pemerintah Hindia Belanda berkuasa. Mataram Boulevard diganti menjadi Jalan Widoro. 

Lalu, untuk menghormati dan menghargai jasa perjuangan Suroto, nama Jalan Widoro dirubah menjadi Jalan Suroto. Pada tanggal 7 Oktober 1945, Suroto ikut gugur dalam Pertempuran Kotabaru melawan tentara Jepang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline