Lihat ke Halaman Asli

Wartawan Tempo Jadi Korban Kekerasan Saat Liputan

Diperbarui: 26 April 2021   10:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tayangan berita pastinya tak luput dari kata wartawan. Wartawanlah yang berjasa dalam sebuah tayangan pemberitaan. Namun, apa jadinya jika wartawan itu sendiri terhambat pekerjaannya?

Kasus kekerasan wartawan kini terjadi lagi dan lagi. Nurhadi, salah satu wartawan Tempo adalah korban penganiayaan oleh sejumlah orang saat ia melakukan kerja jurnalistiknya. Tepat pada hari Sabtu 27 Maret 2021 malam, kejadian yang menimpa Nurhadi itu terjadi.

Nurhadi yang berprofesi sebagai jurnalis, mendapat tugas dari redaksi majalah Tempo untuk mendatangi mantan Direktur Pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Angin Prayitno Aji. Dikarenakan Angin disebut sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap pajak.

Ia mendatangi narasumbernya untuk mendapatkan keterangan yang saat itu Angin sedang menggelar resepsi pernikahan anaknya di Gedung Samudra Bumimoro Surabaya. Sejumlah pengawal Angin Prayitno Aji menuduh bahwa Nurhadi masuk tanpa izin, padahal ia telah membeberkan status dan maksud kedatangannya. Sekejap, para pengawal tersebut merampas telepon genggam Nurhadi untuk memeriksa isinya.

Ia didorong jauh ke belakang Gedung, di interogasi bahka disertai tendangan, pukulan dan tamparan. Ia juga sempat diancam untuk dibunuh, bahkan Wahyu Dhyatmika sebagai Pemimpin Redaksi Majalah Tempo mengatakan Nurhadi ditahan selama dua jam di salah satu hotel di Surabaya.

Kasus kekerasan ini telah melanggar aturan, yakni pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Pers tentang Tindakan yang menghambat kegiatan jurnalistik. Pelaku kekerasan bisa saja dikenai hukuman paling lama dua tahun penjara. Karena Nurhadi telah dilindungi Undang-undang Pers Nomor 40 tahun 1999, ia banyak menuai dukungan dari berbagai pihak. Apa yang dilakukan Nurhadi sudah termasuk dalam standar kode etik jurnalistik, karena proses investigasinya diketahui oleh redaksi dan ia sudah mempersiapkan kegiatan jurnalistiknya.

Kasus ini membuat pihak redaksi Majalah Tempo dan beberapa aliansi jurnalis membuka suara. Mereka ingin kasus ini ditindaklanjuti oleh pihak berwenang. Mereka juga meminta bantuan Komnas HAM dan Dewan Pers untuk mengawal proses hukum kasus ini.

Sudah bosan rasanya mendengar pemberitaan tentang kekerasan wartawan. Banyak faktor yang jadi penyebab timbulnya kekerasan terhadap wartawan. Pengetahuan akan aturan dan kode etik jurnalistik harusnya diketahui dan dipahami oleh lembaga-lembaga, khususnya lembaga keamanan yang biasa menjaga pejabat-pejabat maupun atasannya. Karena jika aturan telah dipahami maka tidak akan terjadi kekerasan terhadap wartawan. Namun, wartawan sendiri harus bergerak sesuai kode etik jurnalistik, sehingga ia tetap berada dalam lindungan hukum.

Selain karena alasan pemahaman aturan hukum, sikap menghargai antar profesi juga harus dibudayakan. Jika sudah bisa menghargai satu sama lain, maka tidak akan timbul masalah-masalah selanjutnya.

Muhammad Fahri Al Farezy, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammdiyah Malang.

referensi




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline