Lihat ke Halaman Asli

Evi Mardiastuty Silalahi

Mahasiswa Magister Teknologi Pangan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Food Estate di Tengah Pandemi Covid-19

Diperbarui: 24 April 2022   16:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia Lestari. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejak merebaknya pandemi Covid-19 menimbulkan berbagai krisis multidimensi di dalam dan luar negeri. Mekanisme dan strategi untuk memitigasi peningkatan risiko akibat ancaman virus yang mengganggu kehidupan dunia karena pengurangan intensitas peredaran modal, barang, jasa dan manusia di antara berbagai negara.

FAO yang menjadi otoritas pangan dunia mencatat bahwa pasokan pangan relatif stabil, namun dampak pandemi membuat bingung sektor pertanian dan nasibnya semakin tidak jelas karena tidak terkendalinya pandemi Covid-19 (Basundoro & Sulaeman. 2020). 

Semakin buruknya kondisi pangan internasional karena pandemi covid-19 maka beberapa negara mulai melakukan tindakan demi mempertahankan keamanan pangan di wilayahnya masing-masing.

Sebagai negara yang memiliki pertumbuhan populasi penduduk yang cukup tinggi, Indonesia termasuk dalam ancaman kondisi krisis pangan global. 

Selain sebagai negara beriklim tropis Indonesia juga berhadapan dengan ancaman perubahan iklim seperti musim kemarau yang panjang. Kondisi tersebut yang menyebabkan kondisi pandemi semakin buruk dan menyebabkan kerugian pada sektor pertanian. Demi menjaga ketahanan pangan jangka panjang pemerintah telah mengembangkan program Food Estate di masa pandemi. 

Presiden Joko Widodo telah menunjuk Menteri Pertahanan Prabowo Subianto untuk bekerjasama dengan Kementrian PUPR, Kementrian Pertanian, Kementrian LHK serta BUMN untuk mengkoordinasikan dan memimpin pengembangan program tersebut (Lasminingrat & Efriza. 2020).

Food Estate merupakan konsep pengembangan pangan yang dilakukan secara terpadu, meliputi pertanian lokal, perkebunan bahkan peternakan di suatu kawasan.  

Program tersebut telah direncanakan sejak tahun 2018 dengan tujuan untuk mendekatkan sentra produksi bahan pangan dengan konsumen sehingga kebutuhan pangan lebih terjangkau. 

Sejak tahun 2020 pemerintah mulai mengaktifkan kembali program tersebut untuk menjaga ketahanan pangan di Indonesia terutama ditengah wabah pandemi covid-19 yang sedang berlangsung. 

Program ini juga bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi sehingga pemerintah menyadari perlunya ketahanan pangan dipadukan dengan pendekatan pembangunan daerah yang terintegrasi, modern dan berkelanjutan dengan dukungan sumber daya manusia, keahlian dan teknologi (Yestati & Noor. 2021).

Pengembangan program ini membutuhkan lahan seluas 190 ribu hektar di Kalimantan Tengah, 120 ribu hektar di Kalimantan Barat, 10 ribu hektar di Kalimantan Timur, 190 ribu hektar di Maluku dan 1,9 juta hektar di Papua. Pada tahap awal pengembangan program ini di Kalimantan Tengah, pemerintah memilih lahan alluvial bekas lokasi program pengembangan lahan gambut sejuta hektar di tepi Sungai Barito. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline