Lihat ke Halaman Asli

Amri MujiHastuti

Praktisi Pendidikan Sekolah Dasar

Masa Depan Pendidikan Pasca Pandemi Covid-19

Diperbarui: 23 April 2020   11:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Keadaan tidak berjalan normal secara global sejak lima bulan terakhir sejak mengemuka virus baru di Wuhan yang ditengarai menyebar dengan cepat antar manusia. Banyak hal berubah yang mengubah kebiasaan dan kelaziman manusia dalam peradaban revolusi 4.0 bahkan revolusi 5.0. Perekonomian lumpuh karena pembatasan sosial dan karantina wilayah yang mengganggu tugasnya dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia. Pemerintahan, bisnis, pendidikan, dan terutama kesehatan seperti dalam wahana bianglala rusak yang berputar kencang dan membuat masyarakat di dalamnya terus berdenyut oleh ketakutan dan ketidakpastian. Singkatnya merombak total keteraturan dan kewajaran hidup dalam peradaban manusia saat ini yang terbiasa melipat dunia dalam jarak dan waktu.

Masyarakat dunia mulai bertanya - tanya kapan mereka bisa segera diturunkan ke bumi untuk menginjak kehidupan mereka yang normal namun belum ditemukan vaksin hingga saat ini sehingga hampir seluruh sekolah di seluruh dunia ditutup.  Hal luar biasa yang diambil dilakukan pertama kali dalam sejarah dunia dimana pendidikan formal lumpuh dan digantikan pendidikan jarak jauh. Meskipun perdebatan berlangsung apakah meliburkan anak sekolah tidak justru memicu bahaya yang lebih besar karena anak - anak usia sekolah yang tidak akan mematuhi anjuran pembatasan sosial dan memiliki lebih banyak waktu untuk melakukan yang biasa mereka lakukan dengan kelompoknya. Jumlah yang meyakini bahwa pembatasan sosial termasuk meliburkan anak sekolah, yang berarti pengawasan mereka sepenuhnya berpindah kepada orang tua pada waktu yang seharusnya jam sekolah saat mereka berada dalam pengawasan guru, nyatanya lebih dominan dalam mengambil keputusan penutupan sekolah ini. Alasan mereka dengan berada di rumah anak - anak usia sekolah ini tidak akan menjadi pembawa penyakit kepada usia beresiko tinggi yaitu orang tua dan pembawa faktor penyakit berat lainnya. Meskipun kebenaran tentang apakah anak sekolah adalah faktor pembawa penyakit kepada orang lain belum melalui bukti yang kuat. Intinya adalah bahwa segalanya tak berjalan normal dalam masa pandemi covid-19 termasuk kesempatan bersekolah.

Banyak anak - anak yang dapat bertahan dalam situasi ini. Mereka mungkin akan belajar melalui banyak media. Anak - anak yang lain belum mendapatkan akses media yang beragam. Menurut situs katadata penetrasi pengakses internet di kota dan di Jawa dengan presentasi dari seluruh penduduk Indonesia sebanyak 143,3 juta orang per Maret 2019 dari sekitar  268 juta orang Indonesia per Juli 2019. Pembelajaran online di masa pandemi bagi Indonesia bukan jalan keluarnya. Meskipun kita bisa mengklaim sebagai pengakses tertinggi internet urutan kelima seluruh dunia namun kita sadar masih minim penggunaan internet untuk belajar dikalahkan oleh penggunaannya untuk kepentingan hiburan, game online, maupun sosial media. Kira - kira bisa disamakan dengan budaya literasi yang masih digaungkan dengan susah payah. Masalah lainnya adalah bahwa internet Indonesia kalah gesit se Asia yang bisa kita pahami akibat dari banyak faktor mulai dari kualitas jaringan, infrastruktur, hingga keadaan alam.

Andaikata seluruh anak sekolah dapat mengakses internet, keadaan belajar di rumah dalam masa pandemi ini tetap bukan keadaan ideal. Pembelajaran menurut teori pendidikan memerlukan komunitas belajar. Bila dibangun melalui online maka harus terlebih dahulu membiasakan anak - anak dengan pengenalan komputer dan jaringan internet yang memadai. Namun itu bukan satu - satunya persoalan. Pendidikan yang bukan sekedar transfer ilmu pengetahuan membuka kesempatan anak - anak dalam membangun pengalaman dan terlibat secara langsung dalam membangun dan menemukan pengetahuan yang dihubungkan dengan latar belakang pengetahuan atau pengalaman yang sebelumnya ada dan dekat dengan anak. Implikasi dari teori belajar konstruktivisme adalah hubungan antar pembelajar dan membangun hubungan sosial. Menurut pandangan penulis, pembelajaran melalui online jauh lebih mudah dirancang sebagai tugas individu masing - masing anak. Meskipun memungkinkan bagi perancangan proses belajar yang normal seperti di ruang kelas, namun  tetap terdapat keterbatasan. Bisa dikatakan karena faktor belum terbiasa dalam membangun hubungan kerjasama melalui daring, terutama bagi anak - anak. Hal yang memungkinkan adalah menyederhanakan bentuk tugas dan kontribusi anak pada hal - hal yang sederhana. Komunikasi tetap tidak akan terjadi sempurna pada anak - anak, terlebih membangun kontribusi secara berkelompok yang setara antar anak - anak dengan perbedaan bimbingan, akses internet, dan kesediaan fasilitas di rumah.

Setelah wabah berakhir, akan ada sebagian anak yang tertinggal. Pengalaman belajar di sekolah terenggut dan masa - masa sekolah bagi sebagian anak terpotong dan dipersingkat dengan status lulus seketika. Menyedihkan dan meninggalkan pekerjaan rumah yang perlu menjadi perhatian. Satu hal yang pasti bahwa semangat dan rindu pergi ke sekolah bisa menjadi awal yang baik bagi masa depan pendidikan di sekolah. Partisipasi kehadiran anak akan meningkat setelah mereka merasakan hampanya pembelajaran jarak jauh dalam waktu yang cukup lama. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline