Lihat ke Halaman Asli

Evelyn Ridha Manalu

Pemelajar Hidup

Menjadi Viral, Kala Hujatan Menjadi Keuntungan

Diperbarui: 20 Juli 2021   08:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

"Guys, si Cadel makin terkenal masuk TV guys. Berkat hujatan netizen. Makasih netizen atas hujatannya. Kalau kalian sudah dimana? Masih di rumah ya, aku sudah di TV." -Denise Chaliesta-

Sungguh manusia adalah makhluk yang unik. Bagi sebagian besar orang, hujatan adalah hal yang dapat memberikan rasa tidak nyaman dan menghancurkan. Namun bagi sebagian orang lagi, hujatan berubah menjadi keuntungan secara materi dan ketenaran. Denise Chaliesta adalah salah satu individu yang berhasil memanfaatkan hujatan netizen untuk melambungkan namanya. Demikian juga dengan Rahmawati Kekeyi, Cimoy Montok, dan Nurrani Iqbaal.

Hujatan sebagai Produk Ego yang Belum Terasah

Media sosial akhirnya tak mengenal batas ruang dan waktu. Setiap individu pun memiliki kesempatan yang sama untuk menuangkan pikiran dan gagasannya. Namun, seringkali menjadi lupa batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Baik secara etika moral maupun hukum.

Netizen sebagai pengguna aktif internet banyak memberi sumbangsih dalam aktivitas media sosial, terutama dalam memberikan komentar di media sosial. Mulai dari yang wajar sampai tidak wajar. Sopan sampai tidak sopan. Bahkan tidak jarang, netizen pun mengeluarkan komentar-komentar yang bersifat hujatan, hinaan, atau makian terhadap sebuah akun yang bahkan tidak mereka kenal secara pribadi. 

Mengapa?

Netizen adalah individu, yang menurut Freud setiap individu memiliki struktur kepribadian id, ego, dan superego. 

Id merupakan struktur kepribadian yang berisi insting-insting sebagai sumber segala dorongan (termasuk dorongan seksual dan agresi) yang harus segera dipenuhi. Prinsipnya adalah mencari rasa puas dan menghindari rasa sakit. Jadi, id tidak mengindahkan etika, moral, akal sehat, atau logika.

Sebaliknya superego menaruh perhatian penuh pada etika, moral, dan kebaikan. Ia berfungsi mengendalikan individu agar sejalan dengan lingkungan, perilaku yang sesuai etika dan moral, dan sejenisnya. Dengan kata lain, superego memastikan dorongan seksual dan agresi dari id dapat dipenuhi sesuai dengan moral dan etika di masyarakat.

Egolah yang berfungsi untuk membuat keputusan-keputusan bagaimana dorongan id dapat dipuaskan sesuai dengan tuntutan superego. Prinsip ego adalah kenyataan. 

Namun pada kenyataannya, ego tidak selalu berhasil untuk memuaskan id sesuai dengan tuntutan superego. Hal ini mengakibatkan ego mengalami kecemasan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline