Lihat ke Halaman Asli

Mengenal Gelang Buddhis "Sai Sin" dari Thailand

Diperbarui: 9 Juli 2018   16:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumentasi pribadi

Mungkin sebagian besar orang sudah mengenal gelang tridatu, yakni gelang umat Hindu berwarna hitam, merah, dan putih yang dipakai mayoritas umat Hindu di Bali. Namun, tentu masih sangat sedikit yang tahu mengenai gelang yang sering dipakai oleh umat Buddhis di negara-negara dengan mayoritas penduduk adalah pengikut ajaran Buddha dan mempertahankan tradisi mereka, seperti Thailand, Laos, juga Myanmar.

Suatu waktu saya bertemu dengan Bhante Uggaseno, yang merupakan Bhante -- umumnya disebut Biksu, tetapi kurang sopan jika umat memanggil dengan sebutan tersebut -- Sangha Theravada Indonesia. Sangha adalah sebutan untuk "majelis" atau perkumpulan para Bhante, sedangkan Theravada adalah salah satu aliran dalam Buddhis. 

Bhante Uggaseno baru saja pulang dari Thailand dengan Bhante Khemadaro, Bhante Cirajayo, dan Bhante Gunajayo. Bhante kemudian memberikan saya sebuah gelang berwarna kuning dengan sebuah "slot" kuning juga, yang diperoleh dari Sangha di Thailand. Baru kemudian saya mencari tahu tentang gelang ini.

Bagi mereka yang sering menonton drama atau film Thailand, mungkin tidak asing dengan tradisi seseorang memakaikan atau memberikan gelang (umumnya) berwarna putih kepada orang lain. 

Gelang tersebut dipercaya memancarkan aura positif yang berguna untuk membantu pikiran terhindar dari energi negatif, serta sebuah perlindungan atau amulet. Gelang tersebut bukan asal gelang yang dibeli di pinggir-pinggir jalan, pasar, atau pusat perbelanjaan dengan harga mahal. Saya kurang mengetahui nama lain dari gelang "sai sin" jika di luar Thailand walaupun tetap pada makna dan asal-usul yang tidak jauh berbeda. Ada cerita tentang gelang-gelang yang disebut sebagai gelang "sai sin" ini.

Makna spiritual dari Sai Sin adalah hubungan, perlindungan, kebaikan, kesehatan, kebahagiaan, kemakmuran, serta kesadaran untuk melepaskan. Sebagian besar gelang "sai sin" memiliki benang putih sebagai lambang kesucian. Lebih lanjut, setiap Bhante juga menggunakan warna lain tergantung terhadap apa yang ada di vihara pada saat itu. Hal ini karena benang tersebut didapatkan dari umat mengingat Bhante tidak diperbolehkan untuk berbelanja menurut vinaya (peraturan). 

Benang-benang yang menjadi gelang, sebelumnya merupakan benang-benang yang digunakan untuk Puja Bakti -- sembahyang -- khusus seperti Pattidana (kirim buah perbuatan baik kepada mendiang keluarga) dan lain sebagainya. Benang tersebut pertama kali ditalikan pada rupang Buddha, dan dikaitkan dengan benang yang lain untuk dipegang Bhante, kemudian dihubungkan lagi bahkan dicabangkan agar setiap umat bisa memegang benang tersebut. 

Hal itu dilakukan sebagai tradisi bahwa benang yang dipegang oleh orang lain berasal dari satu titik, yakni rupang Buddha, sebagai Guru Agung sebagai titik penghormatan. Ketika acara sudah selesai, biasanya benang-benang tersebut dirapikan kembali, dan disimpan. Ketika sedang dalam keadaan senggang, Bhante membuat gelang dari benang tersebut, juga biasanya menuliskan kata-kata kebaikan baik dalam bahasa Pali atau bahasa Thailand (jika di Thailand) yang disematkan pada gelang tersebut. Biasanya Bhante mengambil kalimat pada Paritta.

Hal yang perlu digarisbawahi dalam pengguanaan gelang "sai san" adalah untuk tidak melekat pada gelang tersebut sehingga justru akan menimbulkan keserakahan bahkan penderitaan, sebab penolong bagi diri sendiri adalah diri sendiri.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline