Lihat ke Halaman Asli

Jurnalisme Tak Akan Mati meski Media Berganti

Diperbarui: 2 Oktober 2022   14:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS


Generasi Z yang memiliki berbagai ketersediaan material untuk menulis. Mereka dimudahkan dengan kemajuan zaman. Internet sebagai penyedia data, pokok kita bisa mengakses internet maka informasi bergulir deras dihadapan kita. Yang disayangkan adalah kaidah jurnalisme terkadang dikesampingkan dalam menulis sebuah informasi. Sehingga konsumen berita dan penyedia berita terkadang tidak match, berita yang muncul tidak valid atau bahkan hoak.


Tom Nichols (2017) dalam bukunya The death of expertis menggambarkan bahwa keahlian dipicu oleh adanya generasi yang cepat bosan dalam mendalami sesuatu, mereka menginginkan hal yang instan dan mencari jalan pintas dalam memahami sesuatu, tahapan tahapan dalam berfikir mereka kesampingkan.


Menurut Yuswohadi didalam bukunya millennial kills everything, ada banyak lapangan pekerjaan yang digeser oleh era digital ini, media cetak juga bergeser ke media digital. Namun apapun medianya jurnalisme tidak akan pernah mati. Hal itu disampaikan oleh Kanda Tauhid Wijaya (direktur Radar malang) dalam Digital Workshop yang di selenggarakan oleh MD KAHMI Tulungagung, Minggu 2 Oktober 2022 di Graha Pahlawan Tulungagung.


Jurnalisme menurut beliau adalah tetap meskipun media mengalami konvergensi, Inti dari jurnalisme adalah mengabarkan sesuatu kepada orang lain secara obyektif sesuai fakta yang ada. Saat pertama kali ditemukan mesin cetak abad 19, jurnalisme ditulis dalam media cetak, pun saat radio ditemukan jurnalisme dibahasakan melalui audio, berkembang kepada penemuan televisi, berita/ jurnalisme dibahasakan melalui audio dan di visualisasikan melalui rekaman menjadi berita TV. Saat ini zaman internet, jurnalisme bisa dibuat melalui tulisan, audio dan video.


Perbedaannya televisi dan zaman internet ini adalah kemudahan membuat berita karena alat yang semakin canggih untuk akses membuat dan mengirim berita. Kita ingat contributor dari masyarakat saat Tsunami di Aceh adalah seorang ci yang memiliki video recorder. Kemudian dikirim ke sebuah stasiun swasta dan menjadi berita viral selama sekian minggu di media nasional. Sekarang dengan gawai kita bisa langsung menayangkan kejadian tersebut.


Meski sekarang media sosial bermunculan, namun penulisnya belum tentu memahami kaidah jurnalisme secara benar, sehingga yang informasi yang dimunculkan belum tentu dijadikan referensi kebenarannya. Masyarakat masih tetap percaya dari sumber media cetak atau televisi. Karena kevalidan informasi sudah terbukti.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline