Lihat ke Halaman Asli

Ervina Husnaini

Mahasiswa Semester 4 Universitas Pakuan Program Studi Ilmu Hukum

Aspek Perlindungan Hukum Terhadap Bisnis Waralaba di Indonesia

Diperbarui: 23 Maret 2023   16:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

A. Praktek Pelaksanaan Perjanjian Waralaba

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. Menurut Pasal 42 Undang-Undang Tahun 2007, waralaba didefinisikan sebagai “Hak khusus yang dimiliki oleh orang pribadi atau badan usaha terhadap suatu sistem usaha yang bercirikan usaha untuk memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau dimanfaatkan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.” Definisi waralaba ini berlaku untuk individu dan bisnis.

Karena keterikatan bersama, pemberi dan pemberi waralaba mengadakan perjanjian yang disebut dengan adanya suatu hubungan hukum. Akibatnya, baik pemberi maupun penerima waralaba menghadapi konsekuensi hukum. Selain menerima royalti secara cuma-cuma, penerima waralaba juga akan mendapat pembinaan atau pelatihan khusus dari pemberi waralaba. Dimulai sebagai pelatihan, pemilik waralaba dapat membimbing bahkan mereka yang tidak memiliki pengalaman sebelumnya dalam bisnis ini.

Dalam prospektus penawaran waralaba, sekurang-kurangnya dapat dilihat informasi sebagai berikut: Lampiran I Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor Tentang Penyelenggaraan Waralaba, khususnya:

1. Informasi mengenai identitas pemberi waralaba, termasuk fotokopi kartu identitas atau paspor pemilik usaha jika perorangan dan pemegang saham, komisaris, dan direktur jika merupakan bisnis.

2. Legalitas usaha waralaba, khususnya izin usaha teknis seperti Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Izin Tetap Usaha Pariwisata, Izin Pendirian Satuan Pendidikan, atau izin usaha yang berlaku di negara pemberi waralaba.

3. Uraian tentang pendirian usaha, kegiatan usaha, dan perkembangan usaha, antara lain, termasuk dalam riwayat kegiatan usaha.

4. Desain hirarkis Franchisor, khususnya konstruksi otoritatif bisnis Franchisor mulai dari Chiefs, Investors dan Chiefs hingga level fungsional termasuk Franchisee/Franchisee.

5. Laporan keuangan Perusahaan Pemberi Waralaba atau disebut juga neraca, selama 2 (dua) tahun terakhir dihitung mundur dari tanggal permohonan Prospektus Penawaran Waralaba.

6. Jumlah tempat usaha, khususnya toko atau outlet waralaba, masing-masing untuk pemilik waralaba dalam negeri dan pemilik waralaba luar negeri, berdasarkan wilayah atau kota domisili.

7. Daftar Penerima Waralaba, yang memuat daftar nama dan alamat usaha dan/atau perorangan yang bertindak sebagai Penerima Waralaba serta usaha yang mendistribusikan prospektus penawaran waralaba, baik yang berkedudukan di Indonesia maupun di tempat lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline