Lihat ke Halaman Asli

Ermansyah R. Hindi

Free Writer, ASN

Mereka adalah Guruku

Diperbarui: 25 November 2022   08:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Hari Guru Nasional (Sumber gambar: pikiran-rakyat.com)

Suatu hari, ibundanya bertanya, yang ditujukan pada ketiga anak-anakku sebelum menjelang usia remaja. Pertanyaan untuk anakku yang pertama. Apa cita-citamu nak? Ingin menjadi gubernur. Akan kuperbaiki jalanan bunda, jawabnya. 

Berikut, apa cita-citamu nak? Ingin menjadi dosen, sama bapak nenek, jawab anakku yang kedua. Apa cita-citamu nak kelak kalau dewasa? Ingin menjadi dosen agama, sama bapak nenek dan bunda, jawab anakku yang ketiga.

Ibundanya anak-anak ngobrol ke saya setelah memberanikan bertanya ke anak-anak. Saya terharu campur gembira. 

Sepatah dua kata dari pertanyaan seiring dengan jawaban, seperti yang diceritakan ibundanya anak-anak membuat mataku berkaca-kaca. Ceritanya, saya aminkan setiap jawaban anak-anak atas pertanyaan ibundanya. Amin, ya Allah, semoga terkabul!

Marilah kita bergeser dulu ke topik pembicaraan lain. Kita mungkin akan mencoba untuk menyelami mutiara guru di samudera yang amat dalam dan luas. 

Saya kembali mengingat masa anak-anak, sekian puluh tahun berlalu. Coba kita mulai bertanya sendiri. Mengapa dulu, ketika mendengar suara guru, dari muridnya, seperti saya merasa takut?

Kita merasa sungkam dan sangat segan jika ingin lewat di depan mereka. Jangankan ingin lewat, mendengar bunyi sepatu saja dari guru, kita lebih baik urungkan niat untuk mendekatinya.

Saya acapkali mendengar, seperti nada curhatan atau gerutu. Mengapa berbeda guru old dengan guru now? Saya langsung tersentak dengan bunyi pertanyaan tersebut. Saya seperti ketiban lima puluh kilogram benda dari atas atap rumah.

***

Tidak berlebihan, sekarang berlangsung keheranan karena ketidakhadiran guru yang hebat. Meskipun mereka telah meninggalkan dunia fana, guru masih berbicara di hadapan kita melalui teks tertulis dan karya lain, begitu membekas, yang kurang lebih memengaruhi pikiran.

Guru tidak hanya mengajari kita membaca dan menulis, membentuk akal dan karakter, tetapi juga guru di sekolah sedang melatih diri untuk menulis. Guru yang bisa menulis, karena mereka tidak melangkah lebih maju akibat guru lain tidak bisa menulis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline