Lihat ke Halaman Asli

Ermansyah R. Hindi

Free Writer, ASN

Kegilaan atas Terorisme

Diperbarui: 22 Juli 2023   16:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : tribunnews.com, 11/09/2019

Tidak bermaksud mengungkit-ungkit tragedi kemanusiaan akibat serangan teroris terhadap Twin Towers-World Trade Center (WTC), Kota New York, 11 September 2001.

Penulis dan mungkin Anda adalah salah satu yang tidak berdiri di dekat 'Menara Kembar'-WTC saat peristiwa itu terjadi yang diliput oleh televisi.

Pada saat itu, mereka sebagai korban sekaligus menjadi kisah tragis. Kisah orang tua yang terpisah dari anak-anaknya. Hari ketika lahir duka cita terhampar dan langit diliputi kepulan hitam.

Mereka yang terdampar di sekolah-sekolah di pinggir kota. Dari suaminya dan orang-orang yang melarikan diri dari serangan teroris di Menara Kembar. 

Mereka tidak pernah melupakan berdasarkan sudut pandangnya.

Bahwa 'hal-hal yang tidak terpikirkan' terjadi pada suatu pagi di akhir musim panas yang agung. 

Yang entah bagaimana berubah menjadi sesuatu yang dekat bahkan tidak bisa membayangkan datangnya hari kiamat. 

Bahwa mereka nyata-nyata berada di sekitar lima puluh blok dari rumahnya. Banyak orang yang melompat dari sembilan puluh lantai menuju ke kematiannya.

Peristiwa tragis itu sesungguhnya melampaui analisis di tahun pertama era Milenium Ketiga. Sehingga, akhir dari hari peringatan serangan teroris 11 September 2001 berbeda dengan akhir dari kehidupan atau akhir dari Hari Pembalasan.

Begitu dahsyatnya peristiwa besar itu, mereka tidak mengingat lagi batas-batas pertentangan antara bahasa dan logika pengulangan.

Lebih dari satu atau dua ungkapan, kita sulit menghindari suatu tanggal dalam sejarah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline