Lihat ke Halaman Asli

Erlangga Danny

Seorang yang bermimpi jadi penulis

Sifat Wudhu Nabi

Diperbarui: 5 Agustus 2021   06:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Wudhu' merupakan salah satu ibadah yang sangat penting dalam Islam. Namun, banyak orang yang setiap hari melakukannya tidak tahu apa sebenarnya esensi dari wudhu itu sendiri. Sehingga, tidak ada hasil yang didapat setelah melakukan ibadah itu.

Dalam tulisan kali ini, penulis hanya ingin memberikan ulasan tentang apa itu wudhu ditinjau dari segi bahasa, tata caranya sesuai dengan sunnah nabi, maupun hikmah yang didapat setelah melakukan wudhu'. Sehingga kita bisa lebih memahami wudhu dan sekaligus menambah keimanan kita.

Wudhu' (الْوُضُوْءُ) berasal dari kata dalam bahasa Arab (ألْوَضَاءَةُ) yang memiliki beberapa makna. Yang pertama, bisa bermakna al-hasan (ألْحَسَنُ) berarti baik. Yang kedua, bisa juga bermakna an-nadzofah (ألْنَّظَافَةُ) yang berarti bersih. Bahkan bisa juga bermakna adh-dhou'un (ألْضَّوْءُ) yang berarti cahaya.

Sehingga diharapkan orang yang berwudhu, akan menampakkan kebersihan tidak hanya dari tampilan luarnya saja, tetapi juga menampilkan kebersihan dalam hatinya. Dari kebersihan hatinya itulah nantinya akan tampak cahaya di hatinya hingga nampak ke dalam perilakunya sehari-hari.

Maka, mustahil orang yang wudhunya benar akan berkata kotor, mencela orang lain serta cenderung meninggalkan dosa besar, seperti meninggalkan sholat lima waktu, dll. Malah, orang yang wudhunya benar, selain tampak aura-aura kebaikan dalam dirinya, justru semakin meningkat keimanannya kepada Allah swt.

Secara istilah, wudhu didefinisikan oleh para ulama madzhab berbeda-beda. Pada esensinya, wudhu' bertujuan untuk menghilangkan hadats kecil, bukan hadats besar. Kalau hadats besar, cukup dihilangkan dengan melakukan mandi junub. Apa yang membedakan hadats dengan najis?

Hadats adalah sebuah keadaan dimana seseorang dilarang melakukan ritual ibadah. Sehingga pembersihan hadats, hanyalah bersifat status hukum saja walaupun dia telah menghilangkan najis baik dari warna, rasa, dan aromanya. Contoh ketika orang melakukan kencing dan buang hajat, maka status hukumnya, ia menanggung hadats kecil.

Najis adalah sesuatu yang dianggap kotor dan mencegah sahnya shalat. Yang membedakan dengan hadats, kalau najis lebih tampak ke bendanya baik dari sisi warna, rasa, dan aroma. Contoh najis dari manusia seperti air kencing, darah, nanah, air mazi.

Walaupun orang sudah menghilangkan najis dalam tubuhnya, tetapi apabila status hukumnya berhadats, maka ia wajib melakukan ritual ibadah untuk menghilangkan hadats itu.

Wudhu, memang sudah disyariatkan bersamaan dengan diwajibkannya shalat di Mekkah jauh sebelum Nabi s.a.w. melakukan Isra Mi'raj ke langit. Walaupun saat itu, kewajiban shalat sifatnya masih terbatas untuk nabi saja. Barulah, setelah peristiwa Isra Mi'raj, kewajiban shalat lima waktu, disyariatkan bagi umat Islam.

Dalam Al-Qur'an perintah wudhu tertuang dalam Q.S. Al-Maidah ayat 6 berbunyi:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا إذَا قُمْتُم إلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُ وُجُوْهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُؤُوْسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline