Lihat ke Halaman Asli

Eric Brandie

Sosiolog

Mengebiri "Suara Tuhan"

Diperbarui: 8 Maret 2024   06:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh: Eric Brandie
(Sosiolog)

Sekonyong-konyong Negara dan Rakyat tengah dipaksa kini untuk memaklumi bahkan menyetujui segala hasil dari praktek-praktek "mesum" manipulasi Pemilu yang belum lama diselenggarakan.

Intinya, NKRI "dipaksa" bersepakat terhadap apapun hasil akhirnya kelak tak perduli beradab atau tidaknya siasat cawe-cawe konspirasi yang telah ditempuh oleh kelompok elit berkepentingan bagi kuantitas hasil semata tak perduli seburuk apapun itu value kualitasnya.
Sebrutal apapun itu cara yang telah disajikan terang-benderang "terimalah hasilnya dengan hati iklas wahai rakyat."

Alhasil akal sehat kitapun dipaksa minggir dulu pada hajatan sakral bangsa 5 tahunan ini, panggung istimewa bagi pihak manapun yang mampu merekayasa kemenangan tak perduli senista apapun caranya wajib kemudian dilegitimasi oleh negara dan kita segenap rakyat yang tengah ter"bengong-bengong" ini wajib manggut-manggut pasrah sembari menanggalkan akal budi masing-masing.

Sejatinya, ini bukanlah sesepele tentang keberpihakan dukungan terhadap kontestan tertentu semata, lebih jauh lagi ini juga bukan sepicik pikiran sempit berupa tudingan: "Tidak bisa menerima kekalahan".
Namun secara mutlak absolut ini ialah soal hak-hak prinsip konstitusional yang dikebiri paksa tanpa sedikitpun adab, malu dan moral oleh kongkow "asoy-geboy" para pelakonnya.

Salahkan jika akhirnya hal tersebut marak dipersoalkan saat ini?
Mungkinkah rakyat bersedia berdiam diri terus atas aksi-aksi pembodohan-paksa berwujud pembegalan sistematis atas hak konstitusional di negeri merdeka ini?

Masihkah pantas para elit bangsa dan lembaga-lembaga negara berkicau merdu senandung Dari, Oleh dan Untuk Rakyat di atas segala kepentingan bagi bangsa kita ini?

Keniscayaan tak terelakkan sesungguhnya,
Pembiaran atas kesalahkaprahan roda perjalanan bangsa kelak akan ditebus dengan harga memilukan oleh para generasi bangsa ke depan. Semakin mustahilnya bagi cita-cita civil society apalagi kristalisasi kedaulatan rakyat yang tiap saat didengungkan tanpa henti hanya kian menjauh kini tak tampak oleh mata.

Akhirnya wahai "kalian...."
jikalah benar sepakat dan konsekwen bahwa suara Rakyat adalah representasi suara Tuhan, semestinyalah jangan pernah punya nyali untuk mengebiri suara Tuhan tersebut sekecil apapun itu, sekebelet apapun godaan hasrat itu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline