Lihat ke Halaman Asli

Air Mata Tumpah di Batumerah (Ambon)

Diperbarui: 15 Maret 2016   22:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

MATAHARI siang itu cukup terik. Jumat, 2 Oktober 2015. Sejumlah orang berpakaian serba putih terlihat gelisah. Sesekali beberapa di antara mereka menyeka keringat yang membasahi dahi. Ada yang mencoba berlindung di balik rerimbun pepohonan. Sementara kendaraan yang biasanya lancar, hari ini padat merayap.

Kerumunan orang berpakaian serba putih itu, tiba-tiba menyeruak. Tumpah di salah satu jalan menuju pusat Kota Ambon itu. Tua, muda, dewasa sampai anak-anak, semua lantas bersorak-sorai, begitu melihat beberapa bus muncul dari arah luar kota.

Para penumpang bus nampak panik. Bahkan petugas keamanan berkemeja batik di dalam bus, juga ikut-ikutan panik. Sedangkan orang-orang berbaju serba putih itu,  makin ramai mengerubungi iring-iringan bus tersebut. Astaga, ada apa gerangan?

Seorang petugas keamanan yang sejak tadi berkomunikasi lewat handy talky, terlihat naik ke bus paling depan. Dia menenangkan para penumpang sembari menjelaskan apa yang sedang terjadi di pukul 4 sore, yang lumayan panas itu.

Walah...akhirnya kepanikan pun berubah suka cita. Wajah-wajah  penumpang bus yang adalah kontingen peserta Pesta Paduan Suara Gerejawi (Pesparawi) Tingkat Nasional XI asal Provinsi Sulawesi Barat itu lantas berseri-seri. Sebagian di antara mereka tak kuasa menahan haru. Air mata pun tumpah.

Rupanya orang-orang berpakaian serba putih itu adalah warga Desa Batumerah. Desa dengan warga pemeluk agama Islam terbanyak di Kota Ambon. 

Sejak pukul 14.00, mereka sengaja menunggu peserta Pesparawi asal Sulawesi Barat dan Yogtakarta yang akan melewati ruas jalan di depan Masjid An Nur itu.

Batumerah pada even nasional di Ambon ini menjadi salah satu desa yang menampung peserta Pesparawi.

Penuh semangat mereka menyambut kontingen Pesparawi asal Sulawesi Barat dengan prosesi pengalungan kain sarung kepada pimpinan rombongan. Lalu berbekal ketulusan dan keramahan, warga Batumerah berjalan berdampingan dengan kontingen Sulawesi Barat dengan iringan kain gandong sebagai tanda persahabatan. Air mata dan suka cita menandai persahabatan yang baru terjalin hari itu. Tulus dan apa adanya. Ketulusan yang sama, yang akan dijumpai di tanah Maluku. Negeri yang mulai sohor sebagai Laboratorium toleransi, kerukunan dan perdamaian serta disemangati falsafah Hidup Orang Basudara.

Salam hormat dari Ambon. (*)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline