Lihat ke Halaman Asli

ELVI HIDA

Dewa Hades

Pemuda Masa Kini, Hidup Tapi mati

Diperbarui: 4 Maret 2018   08:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto: www.diygenius.com

"Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia" masih terkenang bukan pidato dari bung karno untuk para pemuda pada saat HUT Proklamasi tahun 1956.

Baru-baru ini isu yang tengah ramai dibicarakan khalayak umum yakni tentang pemilu, beritanya pemungutan dan penghitungan suara pilkada akan diadakan serentak pada tanggal 27 juni 2018.

Seperti yang kita ketahui bahwa mulai usia 16 tahun keatas warga indonesia sudah mempunyai hak pilih dengan syarat harus sudah punya e-ktp. Namun permasalahannya semenjak uang e-ktp telah dikorupsi oleh S N banyak warga yang belum mempunyai e-ktp apalagi anak muda yang baru mengurusi ktp, harus nunggu berbulan-bulan baru jadi, itupun yang dikota, sedangkan yang didesa sampai sekarang masih belum ada hasilnya.

Pada tahun 2016 menurut data BPS pemuda Indonesia mencapai 62.061.400 jiwa dan pada saat tahun 2020-2035 pemuda Indonesia diperkirakan mencapai 64% dari keseluruhan penduduk Indonesia. Yang berarti pada saat itu Indonesia berada ditangan pemuda. Namun ironisnya pemuda masa kini malas untuk ikut memilih dan ambil bagian dari pemilu karena usia muda merupakan usia dimana idealitas masih merupakan ciri utama yang melekat. 

Pada usia ini hal praktis yang paling sering didahulukan, jalan pintas masih jadi pilihan, seakan tak mau ambil pusing dan memikirkan hal-hal yang membingungkan, pemuda tak ambil banyak fikiran, masih enggan mempertimbangkan apalagi memikirkan jangka panjang. Saat menghadapi pilihan, pemuda lebih banyak tak ingin berpanjang angan. Bahkan banyak yang menghiraukan, masih hidup sesuka aturan mereka, tak ingin dikekang tak mau terbelenggu urusan yang mereka anggap tak perlu apalagi yang berhubungan dengan dunia politik, pemilu misalnya, sayangnya sudah terpaku dalam pikiran kita bahwa politik itu kejam, politisi itu kotor. Memang, tidak semua politisi, masih ada pemimpin yang baik yang mendahulukan kepentingan rakyat, yang benar-benar bisa disebut pemimpin. 

Namun, juga tidak sedikit pejabat yang tersorot isu korupsi, bahkan setiap minggu hampir selalu ada tersangka baru, karena banyaknya berita miring tentang pejabat, banyak orang mengambil kesimpulan bahwa semua politisi kotor. Politik dianggap sampah berbau busuk, hanya dilihat tak mungkin didekati apalagi disentuh. 

Pandangan muak yang ada. Selain itu ada lagi beberapa alasan mengapa pemuda lebih bersikap apatis. Tidak semua pemuda mengerti siapa calonnya karena pemuda sekarang lebih fokus pada tugas yang bejibun tak kunjung usai bagai kasih ibu sepanjang masa, lebih memilih memikirkan bagaimana menyenangkan perutnya, hatinya, lebih memilih memikirkan bagaimana gaya hidupnya, jadi, karena lebih fokus mantengin media sosial yang lebih menarik hati,  tidak ada waktu untuk mantengin tv yang menyiarkan berita-berita lokal. 

Ada juga mindset bahwa siapapun yang akan jadi pemegang otoritas Indonesia ga akan berubah, tetap ada pejabat yang korupsi, tetap ada narkoba yang tersebar, tetap saja freeport terkeruk habis dengan penduduk didaerahnya mati kelaparan, mati kekurangan gizi. Dan yang terakhir, kebanyakan para pemuda tidak tau apa perbedaan antara parpol satu dengan parpol lainnya.

Apakah para pejabat berfikir, apa yang akan diberikan kepada rakyat, apa pekerjaan yang akan diciptakan, apa masa depan yang akan dibangun, pasti tidak. Padahal itu yang menjadi fikiran pemuda pada umumnya, bukannya berharap imbalan dan membuka peluang money politik ataupun cikal bakal para penyuap, tapi pemuda hanya butuh bukti, bukan hanya cuap-cuap program yang tak fungsi, tak mungkin pemuda menolak jika diajak perang mempertahankan negaranya, pasti pemuda akan membela mati-matian tanah air kelahirannya, pemuda tak berfikir rumit karena memang itulah hakekatnya. 

Dengan segenap potensi yang ada dengan kekuatan fisik yang mumpuni namun kematangan psikis yang belum begitu sempurna, pemuda hanya inginkan kejujuran para pemegang otoritas. Tak mungkin pemuda akan hancur, akan acuh jika memang para penguasa memberikan tauladan memberikan contoh perjuangan yang benar-benar memperjuangkan hak-hak warga masyarakat, baik pendidikan kesehatan kesejahteraan. Pasti pemuda tak enggan.

Maka dari itu untuk membentuk tujuan para pemimpin yang memihak pada rakyat, dibutuhkan seorang konselor yang berfungsi untuk bertukar pikiran dengan pemimpin, yakni konselor yang mengerti rakyat, memahami setiap individu, yang punya cara untuk memfasilitasi bagaimana cara menemukan dan mengelola apa yang diinginkan, diharapkan, dan dibutuhkan oeh masyarakat, dan konteks sosial lebih dijadikan sebagai alat analisis utama dalam setiap pengambilan kebijakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline