Lihat ke Halaman Asli

Belajar dari Teman, "Parenting di Balik Pernikahan Dini"

Diperbarui: 15 September 2018   17:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Suatu saat ketika puasa ramadhan, grup WA SD saya ramai karena bukber "buka bersama", sudah menentukan hari dan tanggal, termasuk masak nya di rumah ini dan itu. Sengaja saya sok akrab padahal waktu SD dulu saya agak pendiam orangnya, hehe. Akhirnya saya bantu masak di salah satu rumah temen saya waktu itu, nah kebetulan dia sudah menikah setahun yang lalu. 

Singkat cerita setelah bukber, akhirnya kita-kita akrab dan membentuk grup baru di WA, setelah hari raya idul fitri kita sempat main bareng, beranggota delapan orang dalam grup merencanakan main ke suatu tempat.

Saat itu kita main ke hutan pinus, nah disitu kita berdelapan becanda-becanda ala-ala anak-anak SD, salah satu dari kami berdelapan ada yang keceplosan "cie yang udah punya suami enak donk", yang punya suami pun nanggepi "eh apa sih". Memang dia agak sedikit malu dan canggung karena diantara berdelapan dia lah yang sudah punya pasangan halal, hehe.

Singkat cerita, setiap kita berdelapan mau main bareng, dia pun yang menikah harus izin suaminya, suatu ketika suaminya pernah marah karena lebih mementingkan chat WA grup kita daripada bantu suami bekerja.

Saya pun mulai memikirkan pernikahan dini dari teman saya tersebut. "Dulu memang dia dijodohkan dan akhirnya saling suka dilanjut ke pernikahan", memang saya sadari teman saya menikah belum ada kematangan berpikir karna usia yang terlalu muda "lulus SMA", kadang dia ingin main bareng kita tetapi karna sudah punya suami ya jadinya punya tanggung jawab, kadang dia menulis di story WA marah-marah karna ndak di ajak main sama suaminya, itupun buat saya kok begini ya? Apa karna menikah di usia dini? kok dia slalu buat story sih? Dalam pikiran saya slalu saja bertanya-tanya. 

Setelah memiliki momongan pun masih saja story nya marah-marah, kadang betek kadang ya seneng, suka duka. Saya pun juga jadi belajar bagaimana nanti kalau sudah punya suami dan anak, yang seharusnya kita jaga adalah kehormatan, mungkin terlalu update story atau status juga tidak baik, apalagi tentang kejelekan suami. saya rasa sebaiknya saya menikah di usia yang tepat, pemikiran yang sudah matang, sehingga parenting terhadap anak juga mantab, hehe.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline