Lihat ke Halaman Asli

Lilik Fatimah Azzahra

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

[Cerpen] Tenanglah Maria, Ia Sudah Mati

Diperbarui: 17 Oktober 2021   13:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

concreteroserevolution.blogspot.com

Maria menangis di hadapanku. Pundaknya terguncang hebat. Matanya sembap. Sesekali ia menghidu ingusnya hingga menimbulkan bunyi 'sruft' yang menjijikkan. 

"Jangan dulu tumbuh dewasa sepertiku, Elona," Maria menatapku. Air matanya tak henti mengalir.

"Umurku baru sebelas tahun, Maria," aku menyela.

"Tetaplah sebelas tahun. Jangan pernah mendapat menstruasi," Maria membisikiku. Aku terperangah. Mengapa Maria berkata begitu? Apa yang telah terjadi padanya?

Bibi Femi muncul dari ruang dalam. Ia mendekati kami dan menepuk pundak Maria.

"Sudah waktunya kau menghadap Hyena, Maria."

Maria menyeka air matanya dengan punggung lengannya yang kurus.

"Ibu, ritual pembersihan itu menakutkanku," Maria menatap Bibi Femi dengan wajah memelas. Bibi Femi seolah tak mendengar. Perempuan bertubuh tambun itu mendorong Maria supaya berdiri. Aku sempat terheran melihat perlakuan Bibi Femi yang menurutku, sungguh, teramat sangat kasar.

Maria terlihat putus asa. Ia berdiri limbung.

"Sekali lagi Leona, jangan pernah tumbuh dewasa," ujarnya sebelum melangkah pergi meninggalkan rumah.

***

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline