Lihat ke Halaman Asli

Eko Wardaya

Divisi Bantuan Hukum Seknas LS VInus

Mari (Mulai) Menulis

Diperbarui: 26 April 2020   08:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: pixstock.com

"Aku tidak suka menulis, aku tidak bisa menulis", ungkapan yang seringkali terdengar di telinga penulis ketika mencoba mengajak teman untuk menulis. Padahal mereka mahasiswa yang seharusnya telah mempunyai kecakapan sadar menulis. 

Apalagi kini para calon sarjana telah diwajibkan membuat karya tulis ilmiah. Mau tidak mau, suka tidak suka maka akan tiba suatu masa ketika mereka diminta menulis.

Ingatkah kita ketika dilatih menulis sejak dini. Pada tahap sekolah dasar, ibu bapak guru bahasa Indonesia kerapkali menugaskan kita untuk mengarang cerita. 

Kemudian mulai SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi kita dihadapkan pada tugas-tugas yang membutuhkan pikiran genial untuk dituangkan, sebut saja paper, makalah, tugas KKN, skripsi dan lain-lain. Belum lagi orang yang gemar menulis diari sebelum tidur.

Dimanapun kita mengenyam pendidikan di Indonesia, sudah dapat dipastikan kita telah terlatih dan terdidik untuk menulis. Tapi kenapa menulis tidak terinjeksi ke dalam diri kita sebagai bagian kebiasaan yang tak terpisahkan. 

Dengan apa yang pernah dan sampai sekarang kita perbuat, menulis acapkali dianggap hanya dimiliki sebagian orang. Seringkali kita mendengarnya dengan istilah hobi atau sesuatu yang disukai.

Menggunakan istilah Bambang Trim, insaflah segera untuk menulis teman. Menulis bukanlah hobi namun bagian dari diri kita. Dan kita telah terbiasa seperti apa yang telah dipaparkan di muka. Saat ini yang perlu kita ubah adalah kesadaran dan orientasi. Sadar akan kebaikan menulis dan orientasi kegiatan menulis selama ini.

Mari kita kembali bernostalgia dimana kita tengah mengarang cerita saat pelajaran bahasa Indonesia di SD. Ekspresi polos seorang anak SD yang menulis cerita sesuai tema permintaan sang guru dikerjakan lepas, dengan gairah dan fantasi alam khayal. 

Otak kanan menggeliat-geliat digunakan berimajinasi, lalu dituangkan dalam tulisan-tulisan ringan anak SD. Tak peduli bagus atau tidak, yang penting sesuai tema dan khayal, serta selesai.

Di masa SMP sampai PT, kita menulis untuk memenuhi tanggungjawab dan mendapatkan nilai bagus. Lambat laun menggerus kemampuan otak kanan karena orientasi yang tak sepolos wajah anak SD dalam mengarang cerita. Tak heran banyak tugas paper copas dari berbagai sumber sampai skripsi yang dibeli dari orang lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline