Lihat ke Halaman Asli

Eko Nurwahyudin

Pembelajar hidup

Bersetia Hati di Bawah Rezim Tangan Besi (Resensi Buku Perburuan karya Pramoedya Ananta Toer)

Diperbarui: 17 Agustus 2020   11:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Bersetia Hati Di Bawah Rezim Tangan Besi

Judul             : Perburuan

Penulis          : Pramoedya Ananta Toer

Penerbit        : Hasta Mitra

Cetakan        : Keempat, Januari 2002

Tebal             : vii + 173 halaman

ISBN            : 979-8859-00-7

Tidak ada pembenaran untuk dalih apapun tentang penindasan dan penjajahan. Perlawanan terhadap ketakutan sebagai teror batin maupun penderitaan fisik seperti penggunaan cara-cara kekerasan, penyiksaan hingga menyebabkan lebam, cacat bahkan kematian inilah yang dihadirkan Pramoedya Ananta Toer secara konsisten dalam karya-karyanya.

Perburuan adalah salah satu karya Pramoedya yang menarik untuk dibaca dan direfleksikan meskipun pada konteks dunia yang telah sepakat mengutuk penjajahan bangsa dengan cara kekerasan terhadap bangsa lain. Novel yang ditulisnya di dalam Penjara Bukit Duri pada Mei 1949 ini tidak hanya menceritakan perlawanan terhadap kebiadaban penjajahan, tetapi juga yang terpenting dan kontekstual dibicarakan melampaui zamannya ialah bagaimana manusia menjaga perjuangannya secara berkelanjutan. Bersetia hati memperjuangkan kemanusiaannya dan menjaga kesadarannya.

Novel ini diawali dengan potret penderitaan yang begitu jelas pada bangsa yang dijajah : kemiskinan. Pram memperlihatkan bagaimana peran pemerintahan Jepang dan pemerintahan daerahnya seperti di tingkat kawedanaan bahkan sampai tingkat kelurahan tidak mampu mengatasi atau lebih tepatnya mengurangi jumlah kemiskinan. Sisi kemanusiaan yang disentuh Pram sangat menyentil pembaca pada adegan dimana Lurah Kaliwangan merayakan sunatan anaknya, Ramli dan banyak para pengemis menunggu sedekah. 

Melalui tokoh Ramli yang masih kecil, Pram menunjukkan kepekaannya, keibaan, perhatiannya terhadap kemiskinan dan penderitaan para pengemis itu. Mereka dibiarkan berharap kepada rasa belas kasihan orang kaya namun si kaya bersikap masa bodoh terhadap mereka -- dibiarkan menunggu lama di duduk terpanggang sinar matahari yang menyengat sampai mereka berputus asa! Ramli kecil memaknai selamatan sunatannya dengan menyelamati sosialnya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline