Lihat ke Halaman Asli

Eko Irawan

Menulis itu Hidup

Saat Benci Bicara

Diperbarui: 17 Desember 2020   03:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. pribadi

Aku sudah mengalah. Tapi tetap saja salah. Diam tak bisa berkilah. Seolah aku yang dianggap banyak tingkah.

Aku sudah minta maaf. Berkali kali. Namun masih saja kurang. Dari bangun pagi, hingga tidur malam, semua salah. Tak becus. Tak benar. Kudengar setiap hari, seperti sarapan. Kenyang oleh umpatan dendam.

Kau pelintir semua bukti. Tanpa takut keadilan Illahi. Akupun Terus dipojokan. Diadili. Seolah tidak butuh lagi. Tapi menuntut bukti. 

Pertengkaran yang sia sia. Tidak membuahkan pahala. Menghapus kebaikan yang telah lama. Menolak berkah Rizki yang akan tiba.

Kemarahan yang rugi. Dendam yang berapi. Kepuasan palsu yang menyakiti. Seperti inikah hidup bahagia yang hakiki?

Saat benci bicara. Yang baik tak akan pernah ada. Sabar dan syukur sudah hilang hampa. Yang ada dendam Angkara murka.

Sudah tak sejalan. Sudahi saja. Buat apa menang, tak ada guna. Kalaupun kalah, juga menyiksa. Lebih baik hidup sendiri sendiri. Tak perlu memusuhi. Hidup hanya sekali. Kenapa diisi pertengkaran setiap hari?

Tak perlu drama. Akhiri saja. Bilang minta apa. Mari berpisah disimpang jalan sana.

Lepaskan beban. Tak perlu debat tanpa keperluan. Tak cocok tak bisa dipaksakan. Berpisah untuk kebaikan.

Sudahi saja kebersamaan ini. Bersama malah perang setiap hari. Jadi musuh yang abadi. Cara mudah menjauhkan berkah Rizki. 

Tak bisa bersama ya ikhlaskan saja. Ini soal matinya cinta. Dari pada benci yang terus bicara. Lebih baik lupakan cinta, yang pernah ada. Selamat jalan Cinta.

Malang, 17 Desember 2020 oleh Eko Irawan




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline