Lihat ke Halaman Asli

Di Tengah Rintik Hujan

Diperbarui: 16 Oktober 2022   18:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Part 1

Hari mulai beranjak petang. Lampu - lampu jalan sudah mulai menyala, sinarnya menerangi jalan desa kecil ini.

Seperti biasa Rindu baru saya menginjakkan kaki di desanya. Sabtu ini memang ia sengaja pulang tanpa memberi kabar ibunya. "Surprise,"katanya dalam hati.

Jalan setapak ini menjadi saksi jatuhnya air mata ibu ketika melepasnya untuk mulai bekerja di Kota Salatiga. 

" Ah, masih saja kenangan itu mengikuti hari-hariku." gumam Rindu. 

" Baru sampai, Mbak Rindu?" tanya Banu anak Bu Indah mengagetkanku.

"Iya, Nu. Tadi sedikit macet di  jalan." jawabku.

" Mbak Rindu pulang sendiri aja?" tanyanya penuh selidik sambil menoleh mencari-cari.

" Iya, Nu. Ah, kamu ini...kepo."jawabku sambil sedikit memajukan wajahku ke arahnya.

" Sini aku bantu bawakan tas itu, Mbak!" pintanya langsung merebut tas tangan yang aku bawa.

Seperti biasanya Banu selalu menemaniku berjalan menyusuri temaram jalan desa ini. Sesekali aku dengar ia mendendangkan sebuah lagu. Terkadang juga bersiul-siul gembira sepanjang jalan. Rintik hujan petang itu tak begitu terasa karena kehadiran Banu. Rumah ibu sudah mulai terlihat. Sebuah gubug sederhana di perbatasan desa. Tempat ibu dan adikku tinggal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline