Lihat ke Halaman Asli

Ein Charitty Saragih

Legal Executive

Surat Peringatan? Not Bad, but Also Not Good

Diperbarui: 7 September 2022   09:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

netlify.app

Surat Peringatan, merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan bekerja kita, biasa surat peringatan ini diberikan kepada pekerja pekerja yang dapat dibuktikan telah melanggar ketentuan Peraturan Perusahaan ataupun Peraturan Perundang-Undangan.

Dasar Pemberian Surat Peringatan ada pada penjelasan Pasal 52 Ayat 1, yang pada intinya Perusahaan memberikan Surat Peringatan (SP) kepada Pekerja yang terbukti melakukan pelanggaran ketentuan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.

Bisa dibilang pemberian SP ini adalah sebuah usaha supaya  tidak terjadi tindakan PHK, atau PHK bebas, karena pihak perusahaan tidak boleh melakukan PHK secara bebas, maka surat peringatan kerja karyawan pun dibuat agar bisa memberikan efek jera pada karyawan agar dirinya tidak melakukan bentuk pelanggaran yang sama ke depannya.

Dalam pemberian SP kepada Pekerja pun, pemberiannya secara berjenjang, SP 1, apabila masih ada pengulangan dalam jangka waktu 6 bulan, maka naik SP 2, begitu seterusnya hingga SP 3 kemudian Pemutusan Hubungan Kerja, Peraturan Perundang-Undangan memberikan kesempatan yang cukup besar, untuk pekerja  supaya terhindarkan dari Pemutusan Hubungan kerja atau PHK.

Namun, nyatanya dilapangan, SP kadang dipandang sebelah mata tergantung SP berapa yang diberikan, ketika sudah naik SP 2 baru sadar bahwa "nyawa" nya sudah diujung tanduk, kadang dari sisi perusahaan yang niatnya mau membina tidak dianggap serius oleh pekerja, setelah ada keluar SP 3 baru pekerja berbuat onar. 

Padahal apabila ditelusuri SP ini, kesalahan kan keluar karena adanya ketidaktertiban pekerja, SP ini keluar karena tindakan Pekerja tersebut, makanya itu agak aneh apabila Pekerja tidak terima di SP apabila sudah terbukti bahwa SP ini keluar akibat ulah pekerja tersebut.

Pemberian SP dianggap sebagai pemberi jera, nyatanya sekarang sepertinya tidak demikian, Pemberi jera adalah PHK. Pemberian SP rata rata dijadikan rekor saja untuk karyawan, bahwa seberapa tangguh dia, pernah di SP dan masih bisa bekerja. 

Pemikiran ini yang perlu diubah, menurut pendapat penulis pemikiran tersebut sama sekali tidak menghargai pekerjaan yang telah ia terima, seberapa pun susahnya pekerjaan yang diemban, akan lebih susah kalau tidak bekerja. kalau tidak bekerja yang susah bukan hanya peribadi namun juga orang sekitar, apabila memang tidak ada niatan untuk bekerja, ya resign dong!

Maka dari itu bagi siapapun yang membaca tulisan ini, mohon hargailah pekerjaan mu, SP ini merupakan sarana evaluasi, apabila ada salah pemberian SP nya, klarifikasi, cocokan data, tidak ada masalahnya kok, percayalah diluar sana banyak yang mengantre untuk posisi mu saat ini!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline