Lihat ke Halaman Asli

Efrain Limbong

TERVERIFIKASI

Mengukir Eksistensi

Bisnis Thrifting, Pelarangan Impor dan Solusi Aspirasi Pedagang

Diperbarui: 25 Maret 2023   19:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penjual pakaian bekas impor di Blok M Square, Jakarta Selatan, Andriani (53) saat ditemui Kompas.com, Kamis (16/3/2023).(KOMPAS.com/RIZKY SYAHRIAL)

Pakaian bekas impor (thrifting) selama ini sudah sangat familiar di kalangan masyarakat. Dari pegawai rendahan hingga pejabat, bahkan dari kaum milenial hingga ibu rumah tangga membeli produk tersebut, karena harganya yang murah meriah namun bermerk.

Dalam kesempatan diskusi santai bersama seorang teman, ia menyampaikan jika celana panjang yang ia gunakan harganya sangat murah yakni 15 ribu rupiah. Saya tentu terkejut, karena  jika dibeli di toko pakaian harganya bisa mencapai ratusan ribu rupiah.

Dia menyampaikan celana tersebut dibelinya di tempat cakar (istilah orang Sulawesi untuk tempat menjual pakaian bekas impor). Biasanya saat barang cakar masuk, ia dan konsumen lainnya bergegas berburu barang bagus dan murah.

Jika pintar-pintar dalam memilih barang di tempat penjualan, maka pembeli bisa beruntung pulang membawa  beberapa lembar baju dan celana hanya dengan modal seadanya.

"Mau bagaimana lagi bung, kita bukan orang kaya. Bisanya hanya beli pakaian cakar. Lagi pula barangnya bagus dan harganya murah meriah. Kan orang juga tidak tahu kalau ini pakaian cakar," ujarnya tertawa.

Ada lagi seorang teman yang mengaku keluarganya turut berdagang (bisnis) thrifting, di mana bisa menghasilkan keuntungan pendapatan, karena dijual dalam bentuk karungan.

Dalam karung bisa berisi campuran baju dan celana mencapai puluhan lembar. Adapun harga jual perkarung variatif antara 3-5 rupiah juta. Pedagang cukup menshare foto isi dalam karung, maka pembeli akan merapat. Cara berdagang seperti ini sudah lumrah diantara sesama pelaku bisnis thrifting.

Bisanya para pembeli dalam bentuk karungan inilah yang kemudian memilah, mensortir dan menjual ulang dalam bentuk eceran. Apapun harga jualnya variatif kepada konsumen yang datang dari berbagai latar belakang status sosial.

Baik pedagang model karungan, maupun pedagang model eceran, mendapat keutungan dari bisnis thrifting ini yang sudah berjalan puluhan tahun. Meski tidak harus mendapat untung besar, namun setidaknya bisa dipakai memutar modal kembali.

Kini adanya pelarangan impor thrifting oleh Pemerintah, membuat pedagang dan konsumen menjadi dilema. Kekuatiran tidak bisa lagi berbisnis thrifting menghantui pelaku usaha yang mencari hidup dari bisnis tersebut. Demikian pula konsumen tidak bisa lagi membeli produk pakaian bekas murah namun bermerk.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline