Lihat ke Halaman Asli

Effendy Wongso

Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Surat Subtil dari Brussels

Diperbarui: 10 Maret 2021   13:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi cerpen Surat Subtil dari Brussels. (liberty-intl.org)

Brussels, 16 Juni 1997

Sahabatku,

Ternyata banyak yang telah berubah dalam kurun sepuluh tahun ini. Saya tidak mengikuti detail keadaan Jakarta. Informasi saya tentang ibu kota samar sebatas kulit saja. Selain dari televisi, informasi lainnya nyaris tidak dapat saya peroleh dengan mudah di Brussels ini. Jadi sekarang saya buta tentang Jakarta.

Melalui koran kiriman salah satu sahabat diplomat RI di Brussels, saya selalu mengikuti perkembangan tentang perburuhan di Tanah Air. Kau jangan tanya kenapa saya interest soal itu. Dari dulu juga begitu. Pasti kau paham benar sifat keras saya kalau sudah menyangkut idealisme buruh.

Saya sengaja menulis surat ini kepadamu karena tahu dirimu sudah menjadi salah satu pejabat teras di BUMN. Kau punya peranan penting dalam menentukan nasib dan nafkah orang banyak. Selamat atas jabatan barumu itu.

Sahabatku,

Bersama surat ini saya juga kirimkan sebuah buku hasil garapan sendiri. Hanya berisi curahan hati sebenarnya. Banyak kecompang-campingan di sana-sini jika kau baca saksama. Meski demikian saya harap buku ini lebih dari sekadar referensi. Ada makna yang tersirat di dalamnya yang menyerupai seruan moralitas. Tidak tahu apakah nanti kau dapat mengaplikasikannya atau tidak.

Ketidakadilan kasatmata di penglihatan saya setelah sekian puluh tahun berkecimpung dalam dunia kompetitif, bagi saya merupakan kegelisahan batin yang tak terbendung lagi. Tulisan dalam buku ini mungkin merupakan akumulatif perasaan saya yang berkecamuk dalam iklim bisnis majemuk. Buku ini memang merupakan refleksitas getir perburuhan kita yang carut-marut.

'Manajemen Teh Botol', judul buku ini, hanyalah sebuah personifikasi. Banyak pergumulan batin yang menjadi bahan terbentuk rampungnya buku ini. Tentang ingar-bingar iklim perburuhan kita yang kisruh. Di mana humanisme ketenagakerjaan masih berada pada tingkat yang paling bawah dalam pemerintahan kita.

Sahabatku,

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline