Berdasarkan informasi bahwa di tahun 1930, jembatan (geratak:bahasa lokal) Asam dan geratak Batu dibangun. Jembatan penghubung antar kampung yang dibangun di 2 lokasi berbeda tersebut yang saat itu Belanda masih bercokol dan menjajah nusantara. Namun, hingga saat ini atau setelah 92 tahun berikutnya, jembatan itu masih tampak kokoh dan telah membersamai denyut nadi kehidupan masyarakat Sambas.
Usia jembatan yang sewindu lagi akan mencapai 1 abad masih tampak tetap kokoh berdiri. Ia telah menjadi ciri khas kota yang monumental dan menjadi salah satu bangunan kebanggaan masyarakat setempat.
Perencanaan dan kualitas kerja sepertinya tidak mengkhianati hasil. Jejak-jejak banyaknya pengguna jembatan yang melintas zaman sudah tidak terkira lagi untuk disebutkan. Jembatan berasitektur sederhana namun sangat kuat tersebut selanjutnya juga akhirnya dapat menekan biaya perawatan apalagi perbaikan.
Bangunan bersejarah yang diceritakan awalnya sebagai hadiah Belanda kepada kerajaan dan masyarakat Sambas karena besarnya kontribusi komoditi asli asal Sambas berupa: emas, intan dan karet yang sangat dicari dan menguntungkan di perdagangan antara bangsa saat itu.
Satu hal yang perlu dicontoh kepada negeri yang pernah menjajah kita ratusan tahun tersebut adalah mereka dapat membangun sesuatu bagi lintas generasi. Kerja keras dan jujurnya menjadikan hasil karyanya sangat monumental melintas zaman.
Meminjam istilah dari karya pujangga besar Pramudya Ananta Toer dan sekadar mengingatkan kita bersama bahwa sampai dengan saat ini untuk pembangunan di segala bidang hendaknya "Jujur dan tidak nyolong sejak dalam fikiran"
JAN BESTARI
18-01-2022
# Semangat membangun tidak kalah dengan penjajah #