Lihat ke Halaman Asli

Ecik Wijaya

Seperti sehelai daun yang memilih rebah dengan rela

Musim Hujan: Aku Terbakar dalam Kuyup, Sayang

Diperbarui: 2 November 2021   14:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Musim hujan sudah datang, sayang
Bergulung-gulung awan hitam dari semua penjuru
Cuaca berubah, pun didadaku
Entah itu keriuhan sorak sorai atau isak tangis
Musim hujan tiba, musim memanen ingatan atas kenang

Seperti rintik yang rebah pada tanah
Seperti itulah kenangan menjejak hati lekas
Bergulir kembali ingatan atas segala langkah dan tangkupan tangan
Mungkin juga ada kamu atau dia  disana
Berulang mereguk cawan  kenang  yang deras

Ya, musim hujan memiliki wajah tiap datangnya
Silih berganti seperti membuka pintu yang mengena di waktunya
Aku jatuh dalam pusaran antara rindu, benci, dan cinta
Tergugu di balik jendela memandang hujan yang tiada terjeda
Kekosongan di satu titik sedari kemarin, meluap dengan gembira

Haruskah hujan disambut dengan sekeranjang kenangan?
Adalah benci yang kembali memisau
Adalah rindu yang kembali bergemuruh
Adalah cinta yang kembali meluap-luap
Adalah musim hujan yang selalu membakar dadaku

Ijinkan aku mengenangmu di tiap rintik yang jatuh
Dan,
Biarkan aku perkasa untuk menyemai  doa-doa harapan ke langit hitam
Agar musim hujan kali ini, aku mengabadikan cinta lebih dalam
Meski rindu yang bergemuruh terhalang ruang dan waktu untuk kau dengar

Aku terbakar dalam kuyup, sayang




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline