Lihat ke Halaman Asli

Dyah Woro Untari

Dyah Woro Untari

Ketika Pendidikan Terpaksa Online

Diperbarui: 26 Maret 2020   17:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memulai hari dengan sekolah online (dokpri)

Cuci tangan, social distancing, konsumsi makanan bernutrisi, belajar online

Adalah istilah-istilah yang sering kita dengar di masa wabah virus Covid-19. Sementara itu para front-liner, paramedis, polisi, pegawai retail terus bekerja on the spot dikala sebagian orang melakukan Work from Home (WFH).

Aktivitas seakan melambat karena hambatan untuk membiasakan diri bekerja dengan sistem daring/online dengan selingan kuat untuk mengikuti perkembangan virus corona yang berkembang di Indonesia dan di berbagai negara.

Bagi para WFH-ers yang sudah berkeluarga harus membagi tanggung jawab dengan anak-anak yang sekolahnya diliburkan untuk sementara.

Perubahan drastis akibat virus corona

Di daerah-daerah yang terdampak secara berat seperti di daratan Eropa dan sebagian daerah di Asia yang telah melakukan lockdown, suasana berganti dengan pesat. Minggu lalu masih relatif santai, akhir minggu kemudian terjadi pengumuman measurement yang beruntun dan drastis menambah kegelisahan ketika setiap hari memantau jumlah pasien terinfeksi virus corona naik secara eksponensial. Tentunya kita tidak berharap hal ini terjadi di Indonesia.

Informasi dari pemerintah, WHO maupun berbagai media nasional dan internasional mengatakan bahwa penyakit ini seringkali menunjukkan gejala yang lemah untuk penderita bukan lansia atau beriwayat penyakit, bukan berarti kita akan membiarkan penyakit ini berkembang terus selama vaksin belum ditemukan. Disamping dampak ekonomi yang telah nyata membuat jatuh banyak sektor industri dan wisata yang berarti juga jatuhnya banyak pekerja yang menghidupi keluarganya.

Dengan adanya arus informasi yang cepat dan simultan, banyak orang tiba-tiba menjadi ahli tentang fenomena ini. Muncul berbagai pro-kontra tentang sikap yang diambil pemerintah yang pada dasarnya dengan mudah bisa-bisa saja dibenturkan dengan isu agama atau politik yang berpotensi menimbulkan perselisihan. Perlu diyakini bahwa kejadian ini hendaklah dihadapi sebagai musuh bersama, bukan saat untuk memunculkan ketegangan.

Pergeseran posisi media sosial

Grup-grup sosial media baik grup chat atau grup video-call bermunculan untuk mewadahi hasrat makhluk sosial untuk berkumpul dan bertukar pikiran. Disrupsi virus corona ini memunculkan tren sosialisasi 'lama' tapi 'baru'. Bermedia sosial dalam kurun waktu terakhir sering dianggap memiliki sisi negatif sebagai pengabaian ketika sekelompok orang berkumpul. Baik berkumpul secara sengaja seperti kopi darat dengan teman atau rekan bisnis, maupun, ketika berada di area publik seperti sarana transportasi atau ketika berada di lift misalnya.

Saat ini media sosial merupakan satu-satunya cara untuk bisa berinteraksi dengan kawan, saudara, maupun kolega. Menjadi 'baru' karena posisinya naik kelas menjadi media untuk reunite disaat agenda untuk berkumpul secara fisik belum dimungkinkan di tengah keadaan yang berubah secara cepat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline