Lihat ke Halaman Asli

Ign Joko Dwiatmoko

TERVERIFIKASI

Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Arogansi, Kejumawaan, dan Rasa Sakit Hati

Diperbarui: 17 November 2020   10:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

susahnya mencegah Kerumunan dan arogansi lautan manusia (cnnindonesia.com)

Apakah sebagai warga negara Indonesia merasa sakit hati, setelah berbulan - bulan merasa tersekap di rumah, takut ketika ada kerumunan, takut ketika pandemi covid 19 covid yang sudah memakan korban jutaan orang dengan gampangnya dilanggar oleh mereka yang merasa menggenggam surga hanya untuk menjemput  Sosok idola  yang cukup lama tinggal di sebuah negara karena diduga ada beberapa kasus hukum di negara asalnya.

Mereka menyambut bak pahlawan, junjungan yang terzalimi oleh penguasa dan merasa berhak menjadi polisi akhlak. Berkelebat baju - baju putih memenuhi jalanan, bergemuruh suara - suara menyambut pemimpinnya. 

Seorang pemimpin ormas besar yang disimbolkan sebagai sosok pelawan pemerintahan, yang sering bersebarangan dan merasa punya kuasa atas akhlak, moral.

Banyak sebetulnya yang sakit hati melihat arogansi seorang tokoh di depan mata, menjungkirbalikkan tatanan, memporakporandakan protokol yang setiap hari didengungkan di televisi. Dengarkan kata ibu, untuk memakai masker, jaga jarak dan cuci tangan sehabis bepergian. Percuma menghapal syair itu ketika ribuan orang menyerbu bandara menyambut tokoh pujaannya, membuat rusak sejumlah fasilitas umum, membuat jadwal penerbangan menjadi kacau balau.

Tapi kalau dipikir - pikir ya sudahlah ini bagian dari sebuah tantangan. Sakit hati ya, tapi membiarkan rasa sakit menggerogoti jiwa rasanya buang - buang tenaga. 

Mungkin tahun 2020 ini adalah tahun refleksi, tahun di mana manusia melihat betapa tidak berdayanya manusia menghadapi wabah yang menelan korban jutaan orang di seluruh dunia. Bahkan negara adidaya dan negara kaya kelimpungan dengan pandemi yang tidak berkesudahan.

Seharusnya manusia runduk dan menerima diri untuk berubah demi menjaga ritme kehidupan, membuang jauh - jauh kesombongan, membuang arogansi sebagai keturunan orang suci, keturunan dari bangsa terpilih. Manusia tidak lebih dari debu, yang akan dengan mudah terbang tersapu angin.

Sekarang banyak orang yang merasa berkuasa karena sebuah frasa sebagai orang terpilih, pemimpin pujaan. Bahkan dari mulut yang dipercaya sebagai pemimpin kharismatik tersembur kata - kata yang menyakitkan. 

Lebih hadir sebagai bahasa kesombongan, bahasa arogansi atas upaya orang - orang untuk mengkultuskan. Padahal hanya Allah, hanya Tuhan Sang Pencipta yang berhak menentukan hitam putihnya dunia, panjang pendeknya usia manusia.

Kesombongan adalah petaka kehidupan, arogansi hanya akan meletakkan manusia sebagai makhluk lemah yang merasa takut jatuh maka ia perlu menekan dan mengintimidasi manusia lainnya. Akhlak adalah sebuah tindakan, perilaku yang patut dicontoh. Tetapi jika orang mengobarkan  kata kata revolusi akhlak namun ia sendiri sering melanggar hukum, sering tidak mengindahkan peraturan dan bahkan merusak fasilitas umum apanya yang bisa dicontoh dari seruan yang hanya manis dibibir itu.

Yang terpenting itu tindakan sebagai manusia yang mau merendahkan dirinya, cenderung menjadi sahabat bagi yang teraniaya dan mampu menebarkan kedamaian pada orang -- orang tanpa pandang bulu, itulah kesejatian seorang pemimpin. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline