Lihat ke Halaman Asli

Don Zakiyamani

Penikmat Kopi Senja

Menuju Bangsa Pemarah

Diperbarui: 26 Agustus 2019   08:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto:faithdefense.com

Dalam buku-buku teks pelajaran sekolah, kita sering membaca bahwa Indonesia negeri yang ramah. Itulah mengapa wisatawan mancanegara senang datang ke Indonesia. Saya percaya itu, setidaknya di Aceh ada ungkapan peumulia jamee (memuliakan tamu).

Seiring perjalanan waktu dan perkembangan zaman, bangsa ini mulai kehilangan keramahan. Cepat emosional ditambah caci maki. Bahkan terhadap artikel/esai bangsa ini sering marah tanpa mencoba memahami substansi tulisan.

Kemarahan dibalas kemarahan, terjadi saling mencaci dan menghina. Begitulah fenomena yang sedang terjadi. Akibatnya, keramahan terkikis dan intelektual entah ke mana. Barangkali makhluk berpikir makin langka.

Makhluk pemarah yang kini lebih banyak ketimbang makhluk pengasih. Manusia memang diciptakan bersuku dan bangsa yang berbeda. Bukan untuk saling menghina atau saling memarahi.

Keragaman kita merupakan takdir yang tidak mampu diubah siapa pun. Kita mesti hidup dengan keragaman itu atau silakan cari planet. Saling mengenal dan mengasihi adalah modal kita berkomunal. 

Dalam interaksi majemuk, kita mesti memahami satu sama lainnya. Sikap memahami itu yang sering kita abaikan. Manusia terkadang hanya ingin dipahami, namun sukar sekali memahami orang lain.

Lalu marah datang. Mereka tidak sesuai dengan keinginannya. Bukankah pada saat itu ia juga tak mau tahu keinginan mereka? Kemarahan terus disimpan, suatu hari kemarahan itu malah menyerang dirinya sendiri.

Serangan marah pada diri sendiri dapat mendatangkan depresi. Bagi orang lain melahirkan dendam. Keputusan-keputusan yang diterbitkan saat marah bukan hanya merugikan orang lain, akan tetapi pada diri sendiri.

Ya, Indonesia menuju bangsa pemarah. Bukan tak boleh marah pada perilaku-perilaku koruptor, pada kejahatan, namun jangan sampai kemarahan itu malah menambah daftar kejahatan baru.

Kemarahan yang tidak produktif malah bersifat destruktif. Marah produktif menghasilkan karya dan prestasi. Kita boleh marah melihat kemajuan yang diraih barat. Lalu kita bercita-cita mengalahkan mereka dengan karya dan prestasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline