Lihat ke Halaman Asli

Saatnya Menyuarakan Kembali Reformasi

Diperbarui: 19 September 2025   19:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : https://ahlihukumindonesia.com/artikel-hukum/arti-lambang-dewi-keadilan-dalam-hukum/

Sebab, permasalahan yang dihadapi bangsa ini sudah bukan sekadar teknis pembangunan, melainkan menyentuh inti moralitas dan keberanian politik para pemimpin. Saat ini yang rusak bukan hanya alam, lingkungan, dan ekonomi, tetapi juga kesadaran etika pejabat yang mestinya menjadi teladan. (1)

F. Rahardi dalam artikelnya Fobia Ulat Bulu di Negeri Hantu membuka mata kita bahwa masalah besar negeri ini sering dianggap sebagai bahan lelucon. Ia menyinggung fenomena ketika anggota parlemen dalam sidang paripurna justru sibuk menonton konten pornografi. Di hadapan publik, tragedi moral ini berubah menjadi kelakar, dianggap hiburan semata. Padahal, di balik tawa getir itu tersembunyi kenyataan pahit: bangsa ini sedang sakit, dan sakitnya ada pada jantung moralitas.

Apa yang disampaikan Rahardi bukan sekadar kritik spontan. Ia merefleksikan bagaimana perusakan lingkungan, krisis ekonomi, dan politik yang carut-marut telah menjadi panggung “dagelan nasional.” Rakyat digiring untuk menertawakan masalah serius, sementara elite terus bermain sandiwara. Ketika ketakutan diciptakan dan dibesar-besarkan, muncullah fobia baru—fobia untuk menghadapi kenyataan, fobia untuk memperbaiki sistem.

Pagar Laut: Drama dengan Naskah Buram

Fenomena “dagelan politik” itu semakin gamblang saat kita menengok kasus pagar laut ilegal di pesisir utara Kabupaten Tangerang, Banten. Editorial Tempo menulis dengan tegas: penanganan kasus ini penuh ketidakjelasan, lamban, bahkan berpotensi menyalakan bara konflik sosial.

Bayangkan, sejak 2023, bambu sepanjang 30,16 kilometer ditancapkan di laut, jelas-jelas menyalahi aturan tata ruang laut. Pekerjaan itu melibatkan banyak orang, dari pekerja lapangan hingga konsultan proyek. Logikanya, jika aparat mau serius, pelaku utama bisa segera terungkap. Tetapi alih-alih menyelesaikan, institusi negara malah sibuk berdebat:

  • Menteri Kelautan menilai pembongkaran tidak tepat karena bambu itu barang bukti.

  • TNI AL mengklaim pembongkaran dilakukan atas perintah Presiden.

  • Polisi menyatakan belum ada tindak pidana, sambil menunggu sikap kementerian.

Alhasil, publik hanya menyaksikan drama dengan naskah buram. Negara terlihat seperti penonton bingung, padahal seharusnya menjadi sutradara yang mengendalikan alur. (2)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline