Lihat ke Halaman Asli

Dasar Foto Digital: Memahami BIT pada Foto Format Raw & JPG

Diperbarui: 29 Januari 2017   08:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Contoh perbandingan JPEG dan RAW. Paul Grogan Photography

Saya mengenal Kamera digital sejak angka pikselnya masih rendah pada sekitaran tahun 1995. Kamera itu masih sekitar 250 ribuan pixel (250 Kilopixel). Artinya belum mencapai satuan Megapixel seperti saat ini.

Foto milik pribadi


Di zaman itu merek Casio yang merajalela, walaupun paten pencitraan digital dimiliki oleh petemu pertama yaitu perusahaan Kodak.

Camera digital yang pernah sukses sekali dijaman nya. Sumber: www.infobae.com

Kamera Casio yang saya miliki itu belum layak untuk dicetak pada kertas film dan belum layak untuk mengantikan kualitas film berbasis negatif (seluloid). Karena itu pula perusahaan kodak tidak tertarik bisnis kamera digital. Dianggapnya kamera digital tidak akan mampu menandingi kualitas film berbasis bahan kimia (negatif pada bahan seluloid). 

Perlu diketahui bahwa perusahaan merek Kodak adalah perusahaan yang pernah menempati rangking satu dunia. Sistem dan ilmu marketing pun bercikal bakal dari perusahaan Kodak. Tetapi akhirnya teknologi kamera berubah saat perusahaan Sony mempelopori bisnis kelas dunia dalam bidang kamera digital.

Sayangnya saat ini banyak sekali penggemar kamera digital menjadi salah paham dan menjadikan kamera digital suatu life style tersendiri tanpa memahaminya dengan baik. Dan banyak pula yang hanya gaya gayaan saja tanpa mikir mahalnya kamera itu.

Camera digital modern saat ini. Sumber: https://hadidankertas101.blogspot.com

Dalam kehidupan sehari hari, banyak juga yang hanya sombongan saja mengunakan kamera digital. Contoh sehari hari yang mudah kita alami, bahwa orang awam sangat mudah menjadi “dokter” atau menjadi “ahli ilmu digital”.

Contoh orang awan yang mendadak menjadi “dokter”:

Bila ada orang sesak napas, maka “dokter dadakan” itu mendiagnosa dengan cepat bahwa orang sesak napas adalah penderita asma. Bila ada orang nyeri lambung, maka “dokter dadakan” itu mendiagnosa dengan cepat bahwa orang nyeri lambung adalah penderita sakit maag. Padahal “dokter dadakan” itu tidak paham sama sekali ilmu kesehatan.

Saya hanya prihatin dan kasihan melihat orang orang yang “dadakan pinter”. Dikasih penjelasan, akhirnya orang itu jadi sok tau dan sok yakin. Alias sok tahu dan sok paham, tapi akhirnya salah ngak karuan.

Demikian juga dalam hal kamera digital, banyak yang sedikit paham tapi gayanya luar biasa profesional. Banyak pula orang orang menjadikan kamera digital menjadi life style, beli yang paling mahal dan paling mutahir tanpa paham ilmunya dan tanpa paham manfaatnya.

Dalam situasi gaptek dan dijadikan life style, maka terbuka pula kesempatan mencari uang dalam bentuk bisnis “ilmu kamera digital”. Sehingga banyak pula “dosen dadakan” yang mengajarkan ilmu foto digital melalui pengunaan aneka software.

Apakah benar ada ilmu kamera digital ?
Apakah benar ada ilmu foto digital ?
Jawabannya adalah tidak ada. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline