Lihat ke Halaman Asli

MOH. RIDHO ILAHI ROBBI

Anda bertemu dengan sebuah tulisan yang dikarang dengan pikiran dan ditulis menggunakan perasaan.

Ruang Overthingking: Be Your Self

Diperbarui: 12 Maret 2024   00:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Era kapitalisme membuat sebagian Manusia seperti kita berlomba-lomba untuk menciptakan sesuatu yang baru (inovasi), atau lebih tepatnya memperbaiki yang sudah ada. Sayangnya seseorang yang mencoba untuk menciptakan inovasi sering dianggap aneh, tapi lambat laun ketika inovasinya terbukti, tidak sedikit manusia yang akan berterimakasih kepada penemu inovasi tersebut.

Inovasi berawal dari sebuah imajinasi yang di realisasikan. Dahulu, seseorang berimajinasi untuk menghubungi keluarganya yang berada di belahan bumi yang cukup jauh. Sekarang, ketika imajinasi tersebut terealisasi, terciptalah sebuah teknologi bernama telepon yang sudah berevolusi menjadi smartphone. Lihatlah sekarang, bagaimana kita sangat mengelu-elukan penemu teknologi ini.

Seseorang yang menemukan sesuatu yang baru pada awalnya kita anggap sebagai "orang gila". Bahkan, tak jarang mereka yang memiliki pemikiran berbeda harus mati karena mempertahankan pemikirannya. Itulah yang dirasakan oleh Galileo Galilei saat berpendapat bahwa yang mengitari matahari adalah bumi, bukan sebaliknya. Lambat laun, pemikiran yang dianggap gila pada waktu itu mulai diterima dan dijadikan bahan pelajaran seluruh dunia. Hingga saat ini kita mengagumi kecerdasan Galileo Galilei. 

Seandainya mesin waktu ditemukan, lalu kita hidup di zaman itu, kira-kira apakah kita berada di pihak Galileo atau justru sebaliknya? Tanyakan hal itu pada diri anda. 

Terdapat sebuah pola yang bisa kita lihat dari tragedi yang menimpa Galileo Galilei, dimana jika seseorang ingin menemukan sesuatu, maka dia harus berani "berbeda" dengan orang lain. Perbedaan ini dalam artian bahwa, jika kita ingin mencoba sesuatu maka jangan lakukan hal yang sama seperti kebanyakan orang. Tentu hal ini bisa kita lihat di dalam kehidupan sehari-hari. Banyak orang yang kita anggap aneh justru dia adalah orang yang paling jenius. Orang tersebut tentunya memiliki banyak imajinasi didalam kepalanya, sayangnya kita justru merasa aneh ketika melihat apa yang dilakukan olehnya.

Dalam sebuah perlombaan, anehnya tidak ada kategori lomba paling jenius. Hal ini dikarenakan bahwa manusia di era modern dituntut mengikuti pola yang ada. Semisal dia ingin menjadi si "A", maka dia akan meniru tokoh "A", begitu seterusnya, sehingga bisa dikatakan kesuksesan manusia saat ini hanyalah mengulang apa yang orang dulu lakukan. Perlombaan-perlombaan yang seperti ini justru terkesan sangat fatal karena kita dituntut untuk menjadi orang lain. Itulah mengapa orang yang dianggap sukses hanya segelintir orang. Bahkan, orang tua kita sendiri tak jarang mendoktrin kita harus seperti mereka yang dia anggap sukses.

Doktrinan dari orang tua terkadang membunuh imajinasi dari sang anak. Sangat miris ketika melihat mereka takut sekedar untuk bermimpi.

Lebih parahnya lagi, imajinasi anak juga sering dipatahkan ketika dia sedang berada di sekolah-sekolah. Guru mereka hanya mencetak "penghafal". Dalam ulangan seorang guru mewajibkan muridnya untuk menghafal pelajaran ini dan itu, buku murid yang warna-warni penuh dengan gambar power rangers disuruh tutup menggunakan sampul buku yang kumuh dan hanya berwarna cokelat. Sekolah seakan mengajarkan bahwa orang yang sukses adalah mereka yang ketika dewasa memiliki penghasilan tetap dan bekerja sebagai pegawai negeri. 

Sekolah yang ada saat ini bisa dikatakan memaksa murid untuk menjadi sama, dan bagi murid yang berbeda, mereka cap sebagai anak nakal di sekolah.

Jadi ketika melihat kondisi sekolah yang memaksa murid untuk menjadi sama. Maka hal yang harus kita lakukan adalah mendukung seorang murid untuk mengupgrade skill yang dia miliki tanpa membuat dia menjadi orang lain, dan tidak membeda - bedakan serta memberikan cap murid itu agak lain. Karena jika kita memaksakan si "B" Harus seperti si "A" kemungkinan besar itu tidak akan sama. 

Manusia Itu memiliki mindset yang berbeda-beda ketika kita mendoktrin seseorang itu harus sama dengan kita. Namun, jika orang tersebut memiliki ciri khas dan karakter yang sudah melekat pada dirinya maka itu akan gagal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline