Lihat ke Halaman Asli

Dodi Kurniawan

Simplex veri sigillum

Obituari di Hari Idulfitri

Diperbarui: 12 April 2023   06:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber ilustrasi: ANTARA/Moch Asim via KOMPAS.com

Sebuah panggilan masuk menyalakan layar telepon genggam yang selalu dipasangkan atasnya moda senyap, tanpa getar.

"Ada yang meninggal di Urug, Kawalu. Mohon dibantu eksisi korneanya, ya Pak. Almarhumah ada calon donor mata," begitu pinta sang penelepon.

Seperti biasa, saya minta anak sulung saja, Sabeela, untuk menyiapkan segala keperluan eksisi kornea. Adalah istri saya yang biasa bertugas sebagai petugas eksisi. Sampai panggilan permohonan dari pihak keluarga tadi masuk, istri saya telah melakukan 89 kali eksisi kornea. Lebih dari dua dua kali di antaranya diasisteni oleh si sulung.

Semua sudah siap. Segala perlengkapan dan peralatan sudah dikemas dalam kit khusus.

Beberapa jam sebelum panggilan permohonan eksisi saya terima. Kakak ketiga saya menghubungi dan meminta saya untuk segera ke rumah sakit karena kakak saya yang keempat kritis di rumah sakit. Saya sendiri sudah beberapa kali menjenguknya ke rumah sakit. "Inong ---panggilan untuk istri saya--- akan ke sana untuk melihat kondisinya," jawab saya.

Kit untuk eksisi kami bawa ke rumah sakit. Tepat saat di gerbang masuk ke rumah sakit, si sulung mengabari ibunya kalau kami sudah tiba di gerbang rumah sakit. Tapi jawaban di ujung telpon sana tidak seperti yang kami harapkan. "Wak Mina meninggal. Cepat ke sini!"

Hati yang serasa kosong sejak Ramadan akan segera berlalu, semakin kosong demi mendengar kabar kepergian kakak nomor empat tersebut.

Beberapa jam sebelumnya, saya sempat memposting tulisan dengan judul Farewell, My Dear Ramadan. Sebuah catatan pinggir Ramadan yang ke-29 sejak awal Bulan Suci ini. Dengan meninggalnya kakak siang itu, judul tulisan tadi seolah berubah menjadi Farewell, My Dear Sister. Siang yang tadinya begitu terik seakan meredup. Hiruk-pikuk terdengar memelan. Telinga ini menginginkan pemiliknya mendengarkan kata-kata dalam hati dan benaknya.

https://news.detik.com

Saat tiba di ruangan, padangan pun memutih oleh genangan air mata. Saya membuka kain penutup wajah almarhumah. Seraut senyum tergambar di wajah yang tak lagi berhayat. Sang pemilik wajah itu telah kembali kepada Khalik-nya. Ia tidak perlu saya tangisi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline