Lihat ke Halaman Asli

Djulianto Susantio

TERVERIFIKASI

Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Kegiatan Daring Bermanfaat untuk Masyarakat yang Tinggal Jauh

Diperbarui: 5 Maret 2021   06:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi webinar arkeologi 2020 (Dok. Prodi Arkeologi Universitas Udayana)

Untung saja teknologi informasi sudah berkembang di seluruh dunia. Kalau tidak, entah bagaimana jadinya komunikasi di masa pandemi ini. Mungkin kita hanya bisa mengirim berita tanpa melihat wajah.

Di Indonesia pandemi telah memutus rantai pergerakan dan jarak manusia sejak Maret 2020. Di mana-mana diberlakukan protokol kesehatan. Bahkan ada istilah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Akibatnya banyak pabrik, perusahaan, kantor, toko, sekolah, dan sebagainya harus tutup sementara. Para karyawan dan pelajar/mahasiswa harus bekerja dan belajar dari rumah.

Dampak secara ekonomi tentu sangat terasa. Banyak pabrik dan perusahaan terpaksa merumahkan karyawan, bahkan sampai terjadi pemutusan hubungan kerja. Uang THR yang dijanjikan harus dicicil karena perusahaan kesulitan keuangan. Pengangguran muncul di mana-mana, termasuk di pedesaan.

Dampak terkecil mungkin hanya dirasakan para Aparatur Sipil Negara (ASN). Meskipun bekerja dari rumah, mereka tetap mendapat gaji. Bahkan THR untuk golongan tertentu. Maklum, yang namanya belanja pegawai sudah termasuk dalam APBN/APBD.

Ilustrasi webinar arkeologi pada 2020 (Dok. Balai Arkeologi DI Yogyakarta)

Pekerja budaya

Dampak pandemi juga dirasakan para pekerja terkait seni dan budaya, termasuk arkeologi dan museum, terutama pada awal pandemi. Para pemandu lepas yang tadinya mencari nafkah di museum, sejak pandemi tidak punya  penghasilan lagi karena seluruh museum ditutup. Komunitas ontel di Kota Tua Jakarta, harus berdiam di rumah karena tidak ada wisatawan yang datang untuk menyewa sepeda. Begitu pula para pemusik, penari, dan pekerja seni/budaya lain yang menggantungkan hidup dari imbalan jasa. Meskipun beberapa saat lalu telah dibuka dengan protokol kesehatan, tetap saja penghasilan mereka belum memadai.

Kita harus berterima kasih karena Direktorat Jenderal Kebudayaan menyediakan bantuan untuk pekerja seni dan budaya yang terdampak pandemi. Pada 3-8 April 2020 Direktorat Jenderal Kebudayaan menyebarkan  borang (formulir) untuk pekerja terkait cagar budaya, museum, dan komunitas sejarah. Ada 13.000-an data yang masuk dari seluruh Indonesia.

Mereka yang sudah memverifikasi data, seperti KTP, NPWP, dan buku tabungan diminta mengunggah maksimal tiga karya dalam bentuk MP3, MP4, atau PDF pada laman Kemdikbud. Bantuan tahap kedua dimulai pada 1 Juli 2020 dan akan diinformasikan melalui laman Kemdikbud. Entah apakah pada 2021 ada bantuan serupa.

Ilustrasi kegiatan museum secara daring pada 2020 (Dok. Dinas Kebudayaan DKI Jakarta)

Kegiatan daring

Salah satu upaya mencegah penularan virus adalah menutup tempat-tempat yang sering dikunjungi publik, termasuk tempat-tempat bersejarah dan budaya. Misalnya saja taman budaya, museum,  dan obyek arkeologi seperti candi.

Penutupan museum dan obyek arkeologi telah membuka mata para pengelola untuk mencari jalan lain agar masyarakat bisa menikmati informasi dan/atau hiburan. Di pihak lain pekerja seni/budaya mendapatkan imbalan jasa atau honorarium dari kegiatan secara daring.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline