Lihat ke Halaman Asli

Djulianto Susantio

TERVERIFIKASI

Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Pameran Museum Harus Menampilkan Koleksi Asli

Diperbarui: 29 Maret 2019   20:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari kiri Pak Siswanto, Pak Dian sebagai moderator, dan Bu Dedah (Dokpri)

Sejak beberapa tahun lalu sejumlah museum telah melakukan kerja sama di bidang pameran. Pameran dengan tema tertentu pernah terselenggara secara bergilir. Museum Nasional, misalnya, pernah menjadi tuan rumah pameran alat musik tradisional. 

Pameran wastra dan pameran senjata tradisional pernah diadakan oleh museum-museum di Kalimantan. Pameran bersama umumnya dihubungkan dengan momen-momen tertentu, seperti ulang tahun daerah, Hari Museum Indonesia, dan ulang tahun TMII.  

Namun, pameran bersama kadang kurang efektif. Ada saja masalah yang timbul dalam pelaksanaan pameran, antara lain waktu persiapan yang cukup mepet. Bahkan ada penyelenggara yang membatalkan kegiatan karena tidak didukung pemda setempat. Begitulah yang terungkap dalam diskusi bertema "Menuju Pameran Bersama yang Efektif" di Museum Kebangkitan Nasional, Jumat, 29 Maret 2019. Diskusi menampilkan Ibu Dedah R. Sri Handari dari Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman serta Bapak Siswanto, Kepala Museum Nasional.

Pemaparan Bu Dedah (Dokpri)

Perhatian

Menurut Ibu Dedah, Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman telah lama memberi perhatian kepada pameran bersama. Direktorat ini selalu mendukung kegiatan.

Pameran bersama umumnya hanya diikuti museum-museum tertentu. Maklum, museum di Indonesia kebanyakan bersifat khusus atau tematis, dengan koleksi antara lain berupa wayang, mata uang, tekstil, dan sejarah. Museum yang berkategori umum, contohnya Museum Nasional dan museum-museum provinsi. Museum umum memiliki berbagai ragam koleksi.

Terungkap dalam kegiatan itu, museum-museum provinsi pernah ditangani oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Namun dengan adanya otonomi daerah, museum-museum provinsi dikembalikan kepada masing-masing daerah. Ironisnya, di tangan pemprov, museum-museum tersebut kurang mendapat perhatian.

Kurator

Pameran bersama selalu dikerjakan pihak Event Organizer (EO). Nah, mereka belum punya pengalaman, baik dalam menunjuk kurator maupun penata pameran. Dengan demikian pameran tidak membuahkan hasil maksimal. Selain itu, kalau pameran diselenggarakan di Indonesia bagian Timur, biaya pameran tergolong tinggi karena harga barang-barang memang mahal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline