Lihat ke Halaman Asli

Djohan Suryana

TERVERIFIKASI

Pensiunan pegawai swasta

Tajib Kesuma, Pejuang dari Kaltim

Diperbarui: 1 September 2019   12:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ibu kota Republik Indonesia  telah ditetapkan akan dipindahkan dari Provinsi DKI Jakarta ke Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) oleh Presiden Jokowi baru-baru ini. Pilihan Provinsi Kaltim dilakukan sete;ah melalui pertimbangan saksama serta kajian mendalam oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Provinsi Kaltim menjadi harapan baru untuk menjadi pusat pemerintahan Indonesia sehingga akan memancarkan pengaruhnya ke seluruh  Nusantara dan Asia, bahkan, dunia. Karena itu tidak ada salahnya kalau kita lebih mengenal dan mengenang salah seorang pejuangnya yang berasal dari provinsi tersebut, yaitu Tajib Kesuma atau Tejib Kesuma. Sumber utama tulisan ini berasal dari Harian Swara Kaltim, edisi 11 Agustus sampai dengan 21 Agustus 2013.

Tajib Kesuma dilahirkan pada tanggal 7 Juli 1911 di Balikpapan, Kaltim. Tajib mulai berjuang sejak tahun 1945 ketika Belanda datang kembali ke Indonesia bersama dengan NICA nya setelah Jepang menyerah kepada Sekutu. Pasokan senjata dan amunisi diperolehnya dari seorang NICA asal Indonesia dan seorang tentara Australia yang  bersimpati terhadap Indonesia. Tajib adalah Pimpinan Pasukan Gerilya RI Kebun Sayur dengan 80 orang kawan-kawannya yang pernah melakukan serangan ke LOC Karang Anyar, Kantor Polisi Belanda di Gunung Pipa, Kantor Kilat di Kebun Sayur.

Aksi Tajib yang spektakuler adalah ketika ia dan kawan-kawannya melakukan pembobolan gudang senjata milik Belanda di Brouwnbek pada bulan April 1946. Bersama-sama dengan Abdurahman Muhiddin, Idar, Muhammad Saleh, Ponidin, H.Talib dan Hasan Godek sebagai pengemudi truk telah berhasil membobol dan mengangkut sejumlah senjata ringan berikut pelurunya, sehingga membuat Belanda kalang kabut. Tajib dicurigai dan ditahan oleh Belanda. Namun karena tidak cukup bukti dan saksi, tiga bulan kemudian ia dibebaskan. 

Dan lagi-lagi, bukannya surut kebelakang setelah ditahan, malahan ia terdorong untuk berjuang dengan lebih bersemangat.Dengan senjata tersebut, kelompok Tajib menyerang markas Belanda di apa yang disebut sebagai Werkkompie bergabung dengan kelompok Anang Acil pada tanggal 28 sampai 31 Oktober 1946. Ia juga menjadi pemasok amunisi ke Markas Pejuang di Tanah Merah yang dipimpin oleh Nasaruddin. 

Dan dalam sebuah kontak senjata, Tajib sempat membunuh seorang perwira Belanda yang membuatnya ia menjadi salah seorang yang paling diburu Belanda di Balikpapan. Tajib bersama keluarganya sempat mengungsi ke Tanah Grogot, dimana lagi-lagi ia akan dipenjara, namun berhasil meloloskan diri ke Tarakan. Tapi akhirnya ia tertangkap juga dan dibawa dari Tarakan ke Balikpapan melalui jalan laut.  Di dalam penjara ia berada dalam satu sel dengan tokoh pejuang lainnya yang juga Ketua Ikatan Nasional Indonesia (INI), Abdul Gani. 

Karena bukti dan saksi tidak cukup kuat, maka dakwaan terhadap Tajib menjadi berlarut-larut, sehingga belum sempat dibawa ke pangadilan. Akhirnya, atas desakan pemerintah RI dan dunia internasioanal, Tajib dibebaskan dari penjara pada tanggal 20 Agustus 1948, bersama-sama dengan pejuang lainnya, yaitu Abdul Azis bin Anang Sahrani.

Pada bulan September 1949, Letkol Sukanda Bratamenggala, sebagai wakil militer RI berkunjung ke Kaltim untuk meresmikan kesatuan-kesatuan gerilya di daerah ini. Kedatangan Sukanda dan rombongannya atas undangan Tajib dalam kapasitasnya sebagai Wakil Dewan Kaltim bersama para pejuang di Balikpapan. Upacara peresmian penyerahan kedaulatan RI sekaligus pengibaran bendera merah putih di Kaltim sendiri dilakukan di Balikpapan. Sebagai salah seorang tokoh pejuang, Tajib menyampaikan pidatonya yang menyentuh hati banyak pejuang, terutama ketua Markas Legiun Veteran RI Kaltim, H. Anang Anwari yang juga sempat berjuang bersama-sama Tajib.

Kalimat yang sangat menyentuh hati itu adalah : "Apalah artinya selermbar kain tipis ini, jika tanpa warna merah dan putih. Tetapi kedua warna ini, telah membuatnya menjadi demikian bermakna dan bernilai sebagai lambang kebangsaan kita, juga sebagai alat yang mampu mengobarkan semangat kebersamaan dan persatuan kita untuk membela tanah air tercinta: Republik Indonesia !" Kata-kata ini sangat relevan dengan kondisi Indonesia sekarang, yang baru saja merayakan hari kemerdekaannya yang ke 74.

Tajib Kesuma meninggal pada tanggal 25 Januari 1989, dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta Pusat dengan dianugerahi"Pemancangan Bambu Runcing" di pusaranya. Pangkat terakhir Tajib Kesuma adalah Kapten di Kesatuan Sub.Territorial Militer IV Kaltim. Konon, beliau juga sering menulis puisi dan naskah-naskah lainnya termasuk skenario sandiwara perjuangan dengan nama samaran Teratai Kuning dan Teratai Kencana (disingkat TK dari nama Tajib Kesuma). Putera tunggalnya adalah Hasjirin Kesuma, mantan Pemimpin Cabang Bank Umum Nasional (BUN) dan Bank Artha Graha (BAG) pada dua puluhan tahun yang lalu. Sekarang, Hasjirin tinggal di Jakarta.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline