Lihat ke Halaman Asli

Kompasiana Cibinong

Kompasiana Cibinong, menulis berita dan cerita dalam bahasa Sunda dan Indonesia

Muhammad Musa, Hasan Mustapa, dan Karya Sastra Sunda

Diperbarui: 15 Oktober 2019   07:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(buku wawacan bahasa Sunda karya Muhammad Musa "Panji Wulung" yang digemari banyak orang, bahkan diterjemahkan dalam bahasa Madura baik dalam huruf latin atauun aksara Jawa Sunda. Sumber foto: http://bpad.jogjaprov.go.id

Para penguasa di tatar Sunda sejatinya bukan serangkaian para birokrat yang hanya mengurus ihwal pemerintahan. Sebagai ekspresii hati, mereka pun menjadikan seni dan sastra Sunda sebagai media hiburan dan sarana penyampai pesan kepada bawahan dan rakyat kebanyakan.

Para bupati, panghulu, patih, jaksa, wedana, atau abdi dalem mencintai dan menguasai ibing, penca, tembang, serta seni dan sastra Sunda lainnya. Jiwa berkeseniannya pun sudah terbuka. Selain bertolak dari akar tradisi juga mengadopsi dan mengadaptasi dari luar budaya Sunda.

Selain Islam, sesuai dengan kedekatan letak geografis, maka kebudayaan Jawa amat mempengaruhi perkembangan dan kehidupan seni dan sastra Sunda. Dalam tataran ini, sejatinya modernisme dalam kebudayaan Sunda ti baheula mula sudah hidup dan terus berkembang.

Di antara pemimpin Sunda yang menguasai karya seni, khususnya sastra Sunda, setidaknya ada empat nama yang berada di garda depan. Mereka adalah mantan Bupati Bandung RAA Martanagara, mantan Bupati Sumedang Pangeran Aria Suriatmaja, mantan Panghulu Besar (Hoofd Panghoeloe) Limbangan RH Muhammad Musa, dan Panghulu Besar Bandung Haji Hasan Mustapa.

Di samping karena alam dan lingkungannya sangat mendukung, juga karena kalangenan dan komitmen mereka dalam mencintai seni tradisi. Bupati RAA Martanagara, misalnya. Saking cintanya kepada seni-budaya Sunda, sebagian ruang pendapa Kabupaten Banduung dikhususkan untuk aktivitas berkesenian dan dinamai 'Bale Kebudayaan Priangan.'

Bahkan, birokrat keturunan Sumedang yang nanjung di Bandung ini pun, oleh sebagian masyarakat Sunda lebih dikenal sebagai seniman Sunda ketimbang negarawan. Padahal, masa pemerintahannya di Kabupaten Bandung lebih dari 25 tahun (1893-1918)..

Menurut pakar sejarah Prof Dr Nina Herlina Lubis, RAA Martanagara lahir di Cipada Wetan (Sumedang) 9 Februari 1845. Jiwa keseniannya mulai berkembang ketika mengenyam pendidikan di Semarang.

Salah satu karya emasnya adalah Wawacan Batara Rama (WBR), sebuah gubahan dari naskah berbahasa Jawa Serat Rama (SR). Menurut ahli filologi Dr Kalsum M Hum naskah SR sendiri hasil gubahan dari cerita Kakawin Ramayana (KR). Jarak waktu dari KR ke SR lebih dari 10 abad.

Adapun SR ke WBR jarak waktu penggubahan dan penciptaannya kurang lebih 2 abad. Otomatis WBR memiliki ciri mandiri di pelbagai segi, di antaranya pengubahan strukrur dan pemaknaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline