Lihat ke Halaman Asli

Dizzman

TERVERIFIKASI

Public Policy and Infrastructure Analyst

Mal dan Pasar Ramai, Tanda New Normal (Belum) Siap?

Diperbarui: 26 Mei 2020   17:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Beberapa hari menjelang lebaran, saya sempat keluar rumah sebentar untuk ke kantor dan belanja kebutuhan sehari-hari di warung tetangga. Alangkah kagetnya ternyata warung tetangga penuh sesak oleh pembeli yang tak hanya berasal dari kampung saya tapi juga kampung sebelah. 

Pun di media mainstream diberitakan juga keramaian di mal dan pasar tradisional, seolah kondisi sedang baik-baik saja. Padahal di wilayah Jabodetabek masih diberlakukan PSBB yang seharusnya sudah diterapkan protokol kesehatannya.

Jujur saya jadi bingung, Pemda seperti tidak serius menangani PSBB. Tampaknya seperti tidak ada SOP untuk pengunjung mal dan pasar sehingga mereka tetap uyel-uyelan.

Itu baru pasar dan mal resmi, belum lagi pedagang kaki lima yang membuat pasar dadakan seperti di sekitar BKT dan trotoar jalan. Apalagi yang ngabuburit menjelang buka, ramainya minta ampun, para pedagang menghabiskan badan jalan berjualan cemilan dan es untuk berbuka puasa.

Solusinya seperti biasa, tutup sementara pasar dan mal, bukannya memperbaiki SOP dan menambah jumlah aparat yang mengatur para pengunjung. 

Pemda hanya bisa menyalahkan pemilik mal atau pengelola pasar serta para pedagang, tapi tak mau membantu apalagi memerintahkan aparatnya untuk bertugas menertibkan pengunjung. 

Paling mentok razia pedagang di jalan-jalan protokol saja, tidak sampai masuk ke jalan lingkungan.

Pemda tampak lebih fokus pada pembatasan lalu lintas keluar masuk kota saja. Hal ini tampak dari banyaknya mobil yang disuruh putar balik kembali ke rumah. Itupun masih banyak bolong-bolongnya karena banyaknya jalan tikus yang tak terawasi. 

Belum lagi syarat administratif yang cenderung mudah dipermainkan, bahkan dijual belikan secara online. Pemeriksaan juga berlangsung random, terbukti masih banyak kendaraan yang lolos ke luar kota dengan berbagai alasan.

Kalau melihat contoh negeri tetangga yang juga sudah mulai membuka mal dan pasar secara terbatas, tampak sekali jauh perbedaannya. Orang yang mau masuk mal diperiksa dengan ketat dan dibatasi waktu berkunjungnya. 

Pengunjung dibatasi maksimal sekian orang, misal 100 orang per dua jam kunjungan, selebihnya menunggu di luar. Setelah waktu habis mereka yang di dalam dipaksa keluar dan pengunjung berikutnya masuk dengan jumlah yang sama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline