Lihat ke Halaman Asli

Dizzman

TERVERIFIKASI

Public Policy and Infrastructure Analyst

Menjajal ETS, Kereta Cepat Negeri Tetangga

Diperbarui: 28 Februari 2019   17:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lokomotif ETS KTM Class 91 (Dokumentasi pribadi)

Tanpa banyak publikasi di luar, negeri tetangga Malaysia ternyata telah merevolusi jaringan kereta apinya serta mengoperasikan kereta cepat sejak tahun 2010. 

Bermula dari rute pertama Ipoh ke Seremban, lalu rutenya meluas dari Padang Besar di perbatasan Malaysia-Thailand hingga ke stasiun Gemas di selatan. Sementara rute dari Gemas ke Johor sedang dalam tahap konstruksi dan diharapkan selesai tahun 2021.

Lokomotif ETS KTM Class 93 (Dokumentasi pribadi)

Bentuk kereta apinya berbasis komuter dengan menggunakan listrik sebagai tenaga penggeraknya yang disebut dengan ETS (Electronic Train Service). Modelnya seperti Shinkansen di Jepang atau kereta cepat di Tiongkok, namun hebatnya berbasis rel kereta api biasa yang memiliki lebar 1000 mm alias 1 meter saja yang merupakan rel dengan lebar terpendek (Metre gauge railway). 

ETS menjadi kereta api tercepat di dunia yang mampu melaju di atas rel kereta api biasa tersebut dengan kecepatan maksimal mencapai 140-145 Km per jam. Di Indonesia dengan lebar rel sama, kecepatan tertinggi kereta diesel yang menghela gerbong Argo berkisar 100-110 Km per jam saja.

Gerbong Kereta ETS (Dokumentasi pribadi)

Saya sendiri pertama kali mencoba ETS dari KL Sentral ke Ipoh, yang biasanya ditempuh dalam waktu empat jam menggunakan kereta biasa, kini hanya sekitar 2 jam 20 menit saja, itupun menggunakan kelas gold alias berhenti di beberapa stasiun, bukan kereta ekspress. 

ETS sendiri memiliki tiga kelas yaitu platinum yang dikategorikan sebagai kereta ekspress karena hanya berhenti di stasiun tertentu saja, kelas gold yang berhenti di beberapa stasiun, lalu kelas silver yang berhenti di hampir setiap stasiun.

Interior Bagian Dalam Gerbong (Dokumentasi pribadi)

Tampilan luar gerbongnya mirip kereta komuter Jabodetabek, namun begitu masuk ke dalam seperti KA Argo Parahyangan Premium dengan tempat duduk kaku. 

Bedanya kalau KA Argo Parahyangan Premium posisi kursi tengahnya saling berhadapan, di ETS kebalikannya saling bertolak belakang. Jumlah kursinya 76 penumpang, sementara Argo Parahyangan 80 kursi. 

Kursinya sendiri mengadopsi kursi pesawat yang memiliki tempat makan di belakang kursi, dan sedikit lebih lebar jarak antar kursinya. Sayangnya tidak ada colokan listrik seperti di kereta di Indonesia.

Kursi Tengah Bertolak Belakang (Dokumentasi pribadi)

Sebelum ada ETS, saya pernah menjajal kereta dari Hat Yai - Padang Besar - Kuala Lumpur. Dari Padang Besar hingga KL memakan waktu 10 jam dengan istirahat 1 jam di Butterworth.

Dengan adanya ETS, waktu tempuh tersebut berhasil dipangkas hingga menjadi enam jam saja dengan harga tiket 76 RM atau kurang lebih 280 Ribu Rupiah, cukup murah untuk jarak sekitar 520 Km (setara Jakarta - Jogja). Sebagai perbandingan, tarif Argo Lawu saja masih di kisaran 450-500 Ribu Rupiah untuk jarak yang hampir sama.

Jalurnya sendiri masih menggunakan jalur lama yang diberi elektrifikasi, dan kereta diesel yang sebelumnya digunakan untuk menghela KA Senandung Langkawi diistirahatkan berikut rangkaian gerbongnya dan dialihkan ke jalur Johor - Tumpat yang belum dialiri jaringan listrik. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline