Lihat ke Halaman Asli

Istana Pasir Bernama Infrastruktur

Diperbarui: 11 Januari 2019   14:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: wartaekonomi.co.id

Bank dunia sebut pembangunan infrastruktur Jokowi berkualitas rendah, juga tidak memiliki perencanaan yang matang. Pahit memang mendengarnya, tapi itu kenyataan yang dituliskan oleh laporan Bank Dunia mengenai kinerja infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah saat ini. Jelas ini adalah tamparan serius bagi pemerintah yang selalu membanggakan pembangunan infrastruktur yang mereka lakukan, tapi sayangnya semua itu tidak mendapat apresiasi yang positif dari Bank Dunia.

Bank Dunia membuat laporan bertajuk Infrastructure Sector Assessment Program yang dirilis pada Juni 2018. Dalam laporan tersebut Bank Dunia mengkritik secara tajam pembangunan infrastruktur yang dilakukan Indonesia. 

Kritik itu dilontarkan karena proyek infrastruktur Indonesia tidak diprioritaskan berdasarkan kriteria atau seleksi yang jelas. Reputasi proyek di Indonesia berkualitas rendah dan tidak direncanakan dengan baik. Kedepannya infrastruktur tersebut dapat menimbulkan kemubaziran sebab tidak dirancang secara strategis untuk mendongkrak tumbuhnya geliat perekonomian, atau secara effisien membantu memotong jalur distribusi logistik.

Banyak yang menanggapi bahwa pemerintah seolah membangun infrastruktur tanpa perencanaan yang matang, bahkan terkesan asal-asalan. Pemerintah hanya mengikuti syahwat membangun jalan tanpa secara matang merencanakan bagimana keuntungan dari pembangunan jalan tersebut. Bahkan pembangun tol yang sangat marak dilakukan oleh rezim ini sering mendapat cibiran dari pada awak pengguna transportasi. 

Cibiran tersebut lantaran tarif tol yang dinilai terlalu mahal jika dibandingkan dengan pemerintahan yang sebelumnya. Bahkan untuk melengkapi cibiran tersebut, banyak orang menggunakan istilah "tol Jokowi" untuk menjelaskan mengapa tarif sebuah jalan tol begitu mahal saat ini.

Pada sisi lain, pembangunan infrastruktur juga meninggalkan luka yang cukup serius bagi kontraktor dan sub-sub kontraktor yang bekerja untuk proyek pemerintah. Banyak kontraktor yang harus menelan pil pahit harus gulung tikar akibat tidak mampu bertahan sebab mengalami gangguan cash flow yang disebabkan oleh tertundanya pembayaran yang harusnya mereka terima setelah selesai menggarap proyek pemerintah. 

Kisah pilu kontraktor nasional sungguh bukanlah hoaks. Wakil Ketua Umum III Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapendsi) Bambang Rahmadi dapat dimintai konfirmasi mengenai ironisnya hal tersebut. Menurut dia, di era Jokowi, jumlah anggota Gapensi terjun bebas. Jika sebelumnya berkisar 80.000 ribu, kini susut hanya tinggal sekitar 35.000.

Tak berhenti pada hal itu saja, beban utang pemerintahan pun terus mengalami pembengkakan akibat agresifnya BUMN yang memiliki kontrak membangun melakukan pinjaman. Jumlah utang  BUMN, khususnya BUMN karya yang mendapat penugasan membangun infrastruktur terus meroket dari tahun ke tahun. Data Kementerian BUMN menyebut, sampai September 2018 (unaudited) jumlahnya mencapai Rp 5.271 triliun. Jumlah utang tersebut mencakup Dana Pihak Ketiga (DPK) bank BUMN. Sisanya  berupa penerbitan surat utang allias obligasi berjumlah Rp 2.994 triliun. Artinya, utang ke bank-bank BUMN mencapai Rp 2.277 triliun.

Jika sudah begitu banyak polemik dan masalah yang ditemukan dalam pembangunan infrastruktur, masihkan pemerintah ngotot untuk terus membangun? Jangan sampai saking ngototnya membangun negara ini tiba-tiba collapse karena letih kerja,kerja,kerja membangun infrastruktur, sementara pemasukan ekonomi begitu minim. Semoga catatan dari bank dunia itu bisa menjadi bahan untuk presiden Jokowi membuat vlog, mengklarifikasi dan membantah laporan tersebut. Infrastruktur itu nganuuu lho, baguss.

Sumber:

politik.rmol.co | viva.co.id | radioidola.com




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline