Lihat ke Halaman Asli

Arroyyan Dwi Andini

Akun baru, yg lama gak bisa dibuka. Penulis buku Muslimah Cantik Cerdas di Dapur, owner Diarfi, bukan siapa-siapa

Jodoh Ketoprak (Bagian 3 - Tamat)

Diperbarui: 9 Februari 2023   07:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sang Mami terpukul. Kesalahan yang dia kira tak bisa disalahkan padanya. Dia bertindak atas nama kebenaran demi aset keluarga. Harus ada kambing hitam. Siapa lagi kalau bukan Sekar. "Perempuan pembawa sial!" umpatnya. Namun serapahnya pada Sekar tak kan menghasilkan apa-apa.

Dan sekali lagi dia bertindak. Mengusir Sekar dan Elvis dari rumah bertembok tinggi yang penuh dengan Game. Sekar pun kembali kepekarangannya yang tak berpagar.

Bola bekel memantul diantara gemercik suara keong yang beradu dengan lantai teras. Derai tawa seraya tepuk tangan ejekan meriuh tatkala permainan temannya berakhir dengan bola menggelinding jauh. Bagongnya mengejar bola dengan riang, lalu dengan senyum bangga mengambilnya di sela rumput halaman. Riang berceloteh kehidupan. Dan permainan berlanjut senang.

Sekar melipat sedih dalam kain tawa yang kusut. Menghibur diri dengan berketoprak kembali. Menelusuri pasar Bringharjo untuk mencari jarik batik. Membeli blangkon anak-anak untuk dikenakan Bagong. Ramai suasana pasar mencerahakan suasana. Hiruk pikuk celoteh pedagang dengan logat Jogja yang kental mampu mengobati luka hati Sekar. Gembira lagi.

Sekar memenuhi kebutuhan hidupnya. Mengabaikan sang mami yang datang dengan melempar keras yang berisi jatah warisan untuk Elvis. Sekar masih punya harga diri, dia akan mendidik Bagong menjadi pemain ketoprak sejati. Walau Bagong adalah anak berkebutuhan khusus, itu bukan penghalang. Ilmu Ketoprak akan lebih berharga dari selembar kertas perjanjian waris yang pasti kan usang. Bagong butuh hidup yang berlimpah makna.

Joglo itu kan menjadi saksi. Akan keberhasilan memberi kehidupan berarti pada buah hati. Bagong pasti kan mengerti, jika setiap hari panggung menjadi tempat bermain yang suci. Ini dekapan kasih sayang ibu pada anak.

Disudut panggung, selesai pementasan lakon bertajuk Tresno Sam Pek Eng Tai, Kumbara menatap paras jelita Sekar. Menggandeng hatinya untuk berjuang bersama melestarikan seni Ketoprak. Sekaligus mengutarakan maksud untuk menjadi bapak bijak untuk Bagong.

"Wahai Eng Tai, izinkan aku melamarmu" Kumbara meletakkan lututnya dilantai sambil memperlihatkan kotak perhiasan berisi cincin indah. Dibalik tatarias wajah yang masih tebal, pipi Sekar merona ranum.

"Wahai Sam Pek, selawase aku urip, aku mong tresno karo kowe. Tapi sekarang aku janda beranak Bagong. Yang bergelimang suka duka perjuangan." Mata Sekar memerah, menahan butiran air yang ingin menerjuni kelopaknya. Haru membiru dihitamnya langit tak berbulan malam itu.

Kumbara kembali berdiri "Selawase aku urip, Bagong anakku dewe." Cincin pun melingkar dijari kehidupan yang menggenggam harapan mereka berdua.

Lalu rasa cinta pun bertaut dipelaminan diiringi alunan tembang sinden Jogja. Bahagia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline