Lihat ke Halaman Asli

Dina N. A Muaz

Menulis adalah candu walau terkadang terhalang typo.

Bermuka Dua? Jauhi atau Sakit Hati

Diperbarui: 10 Januari 2022   13:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bermuka Dua Sumber: topcareer.id

Dunia ini adalah sebuah drama dimana kita sebagai pemeran utama. Sebagai pemeran utama sudah biasa menjadi "korban" dalam sebuah cobaan kehidupan. Pelaku utama yang diam-diam menyakiti kita adakalanya orang yang sangat kita percaya.

Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan manusia lainnya. Makhluk sosial adalah manusia yang berhubungan secara timbal balik dengan manusia lainya.[1] Pada hakikatnya manusia tidak bisa hidup sendirian dalam kehidupan. Sebagai Makhluk sosial manusia terkadang terperangkap kedalam suatu hubungan pertemanan bahkan persahabatan. Pertemanan dan persahabatan terjalin karena adanya sebuah kepercayaan. Bila kepercayaan terjalin maka akan muncul sebuah momen berbagi cerita kehidupan.

Namun seseorang yang kita percaya belum tentu terpercaya. Panjang lebar bercerita, berkeluh kesah agar mendapatkan ketenangan jiwa dan solusi nyatanya cerita kita malah menjadi konsumsi publik belaka, ntah siapa yang menyiarkan dan menyebarkannya. Mencurahkan perasaan kepada orang yang salah malah berujung jadi bahan pergunjingan yang malah menambah masalah. Hal inilah yang menjadi alasan mendasar mengapa sangat penting untuk menjaga mulut agar tidak mudah mencurahkan hati ke sembarang orang.

Mencurahkan hati memang bisa melegakan hati tapi sebaiknya curahkan dan ceritakan keapada orang yang tepat saja. Orang-orang tepat itu seperti orang tua, orang yang berilmu sehingga akan mendapatkan solusinya. Tentunya jangan lupa curhat keapada sang pencipta karena Allah Maha mendengar dan Maha Tau Segalanya, Allah akan memberikan solusi terbaik.

Ketika dinding bisa mendengar dan berbicara 

Kita kerap mendengar istilah dinding bisa mendengar dan berbicara tentunya ini hanya sebuah kalimat kiasan saja bukan makna sebenarnya. Kalimat tersebut mengartikan bahwa apa yang kita bicarakan kepada satu orang bisa saja yang akan mengetahui rahasia itu malah jadi 100 orang. Dikecewakan oleh orang yang kita percaya sakitnya lebih mendalam rasanya. Orang bermuka dua nyata adanya.

Ketika dinding bisa mendengar dan berbicara sujudlah yang bisa kita percaya. Melibatkan Allah dalam setiap peristiwa. Menanamkan dalam hati kita butuh Allah, maka kita tidak akan kecewa bila makhluknya menghancurkan kepercayaan kita. Orang baik akan dipertemuakan dengan manusia baik lainya. Apabila kamu masih dipertemukan dengan orang yang menurutmu belum baik berarti dalam dirimu masih ada yang perlu diperbaiki, karena diri kitapun jauh dari kata sempurna.

Ketika dinding dapat mendengar dan berbica itu tanda bahwa kamu harus berbicara hal-hal baik saja. Jangan terlarut suasana gibah yang memang dahsyat mencairkan suasana, gibah yang serasa membuat kedekatan terasa padahal tanpa disadari sedang melakukan dosa bersama. Gibah yang membuat waktu berjalan begitu cepatnya. Saat membicarakan dan menjelekan orang yang sama serasa jalinan dekat tersulam indah namun bisa jadi saat kamu tidak ada kamulah yang jadi topik utama. Bukan hal yang mudah memang untuk menahan mulut agar tidak turut serta tapi yakinlah kamu pasti bisa keluar dari zona pergibahan berbalut dosa.

"Ketika dinding dapat mendengar dan berbica itu tanda bahwa kamu harus berbicara hal-hal baik saja"

[1] Makhluk Sosial (Def.1( (n.d). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online. Diakses melalui https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Makhluk sosial, 16 Desember 2020



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline