Lihat ke Halaman Asli

Dhiyaurrahmah

Mahasiswi

Realitas Keluarga Masa Kini Indonesia, Sebuah Tinjauan Mengenai Pentingnya Ketahanan Keluarga

Diperbarui: 9 Agustus 2020   22:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penjelasan psikoedukasi kepada warga. Sumber: dokumentasi pribadi

Sleman (08/08). Status keluarga Indonesia masa kini sedang berada di ujung tanduk. Menurut data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) terdapat 5.834 kasus KDRT di tahun 2018 (Widyanuratikah, 2018).

Selain KDRT, perceraian juga tengah meningkat sebanyak 20 persen dalam kurun waktu 2009 hingga 2016 (Widyanuratikah, 2018). Badan Pusat Statistik menyebutkan sejumlah 408.202 kasus perceraian di Indonesia dalam rentang tahun 2015 hingga 2018 (Fitra, 2020). Angka tersebut bukanlah jumlah yang sedikit untuk menjustifikasi suatu kasus.

Badan Pusat Statistik menambahkan, rasio angka perceraian dan pernikahan ialah satu banding lima (kumparanNEWS, 2019). Hal itu dilansir berdasar data dari tahun 2015 hingga 2017. Dilansir dari era.id (2018), perceraian di Indonesia umumnya terjadi pada usia pernikahan di bawah umur 5 tahun.

Ketahanan keluarga atau family strength menurut Otto (1963) adalah kemampuan keluarga untuk memberdayakan faktor pribadi dan kesehatan fisik yang dimiliki keluarga untuk memenuhi kebutuhan fisik, emosional, dan spiritual. Sementara Moore et al. (2002) berpendapat family strength sebagai dukungan anggota keluarga terutama terhadap masa-masa sulit yang bersumber dari hubungan dan proses yang berlangsung dalam keluarga.

Fungsi dari family strength ialah mengembangkan kesejahteraan anggota keluarga dan mendorong kohesivitas antar anggota (Moore et al., 2002). Perspektif yang mendasari family strength memanfaatkan sisi positif yang dimiliki keluarga dan mengubahnya menjadi kekuatan yang berguna dalam menghadapi krisis (Mawarpury & Mirza, 2017).

Keluarga dikatakan memiliki family strength apabila mampu bekerja bersama dan memikirkan kebaikan bagi setiap anggotanya. Setiap anggota bertanggung jawab atas solusi bagi permasalahan yang muncul. Kemampuan untuk berempati mempengaruhi dinamika hubungan antar anggota.

Dengan demikian, permasalahan yang muncul dapat ditangani sebelum berkembang menjadi permasalahan lainnya. Hal inilah yang mendasari pentingnya family strength dalam menciptakan keharmonisan keluarga, khususnya bagi keluarga di Indonesia.

Kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang diadakan di masa pandemi mendorong saya untuk membuat suatu program yang bermanfaat bagi masyarakat. Resiliensi keluarga sangatlah dibutuhkan di masa – masa sulit seperti ini. resiliensi keluarga merupakan bagian dari teori ketahanan keluarga.

Menurut Moore et al. (2002), terdapat enam indikator ketahanan keluarga. Keenam hal tersebut diantaranya adalah 1) kesehatan mental orangtua yang bernilai positif, 2) rutinitas rumah tangga, 3) waktu yang dihabiskan antara orangtua dan anak, 4) komunikasi dan penghargaan, 5) monitoring, supervisi, serta keterlibatan, dan yang terakhir 6) dukungan orangtua dan kedekatan hubungan anak dan orangtua.

Saya memutuskan untuk menjadikan ritual keluarga dan pengasuhan anak menjadi tema program KKN saya. Program tersebut saya bungkus dalam bentuk psikoedukasi, atau edukasi mengenai teori psikologi yang saya pelajari selama di kuliah.

Sebelum memberikan psikoedukasi ini, saya sempat mengambil data dengan memberikan kuesioner terbuka mengenai ritual keluarga dan pengasuhan anak yang dilakukan di rumah. Hasilnya, sebagian besar orangtua mengaku sangat memahami permasalahan berikut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline