Lihat ke Halaman Asli

Dhimas Kaliwattu

seorang manusia

Risil, Si Gadis Comblang

Diperbarui: 21 Januari 2019   11:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : frederic-leighton.org

 

Benar-benar baru kali ini, Risil mengalaminya sendiri. Sepekan sudah tidurnya tak nyenyak, sebagaimana malam-malam yang lalu, sebelum ia menerima sebuah kotak kecil terbungkus koran dari seorang pria yang menitipkan padanya untuk seorang wanita pujaan.

Kotak kecil itulah sumber petakanya! Kotak kecil yang setiap malam selalu mengeluarkan cahaya, suara angin merintik, suara gunung dan alir sungai yang begitu nyata, suara anak-anak pinus yang riang bercanda, serta sajak-sajak cinta yang mengalun dengan sendirinya, merayu masuk ke dunia lain.

Risil si gadis comblang, sadar betul, ia bukanlah wanita yang berhak menikmati semua sanjung itu. Sepanjang permalaman Risil tetap  terjaga, tak berani memejamkan mata, meski tak dipungkiri, sebagai perempuan, hatinya asik terlena.

Pernah suatu ketika matanya terpejam karena lelah yang sangat merepih badan. Baru saja sekelebat terlelap, kotak kecil itu langsung membawanya ke dunia lain. Dunia yang benar-benar tak dikenalinya. Sebuah dunia yang belum pernah ada di novel atau film manapun.

***

Ada dua orang berjalan dalam hujan dan gelap. Ada juga yang berjalan di bawah terik sembilan matahari. Ada yang berjalan di antara daun gugur. Ada yang mengendong anak-anak senja. Ada yang sedang bernyanyi, bahkan ada yang sedang bercinta di telaga. Rupanya, di dunia tanpa nama itu, meski apapun keadaannya, tidak ada yang sendiri, semua orang berpasangan dangan pasangannya masing-masing.

Di sebelah kanan, berbaris anak-anak pinus yang marun dan wangi, disekelilingnya bunga-bunga beragam warna membentuk pelangi. Lagi-lagi, pemandangan di sana serupa, tidak ada orang yang sendiri, semua orang berpasangan dangan pasangannya masing-masing.

Risil berjalan melewati anak-anak pinus.

Sepanjang perjalanan, tiupan angin membelai rambut kepangnya, menyibak poni serta bulu-bulu keningnya yang halus. Sesekali pula angin itu menggerak-gerakan kacamatanya, ke atas dan ke bawah. Di jalan yang panjang itu juga sajak-sajak tentang cinta terus bergema tanpa jeda. Sajak-sajak yang belum pernah ia temukan di toko buku atau di website manapun. Sajak-sajak itu mengalun seperti musikalisasi dengan alam sebagai latar pengiringnya.

sumber: www.imgrumweb.com (diedit dikit)

Risil terus berjalan, semakin dalam, ditelan pinus-pinus dewasa.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline