Lihat ke Halaman Asli

Dheasherlynda

Mahasiswa universitas pamulang

Jangan Pernah Takut Memulai

Diperbarui: 12 Juli 2021   20:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Terdengar keributan diujung gang, rumah itu berwarna biru dengan pepohonanan yang tumbuh dengan rindang pemilik rumah itu bernama jejen,anak laki laki yang berusia 24 tahun itu sedang berdebat oleh ibunya. Karena ibunya tidak mengizinkan anak satu satunya menjadi seorang penulis sekaligus musikalis.

"Kau suka dengan kehidupan macam itu jen? " Dengan intonasi yang tinggi ibu jejen Memarahinya. 

Jejen pun tidak membalas perkataan ibunya dan langkah kakinya menuju kamar, masih terdengar suara ibu jejen yang terus menasihati anaknya untuk memastikan apakah kehidupan yang ia pilih sudah benar, atau hanya ikut ikutan bukan dari hatinya dan kemauannya. 

Dengan suara ibu yang masih terdengar ditelinganya, jejen pun membuka ponselnya dan ia membuka pesan singkat yang dikirim temannya leo.

"Hidup hanya sekali jen lakukan sesuatu yang kamu ingin lakukan dari dalam hatimu, dan yang bisa menentukan  keputusanmu hanya dirimu dan saranku percayalah kepada dirimu. Kau tidak akan tahu kedepannya kalau kau tidak mmelakukannya". Ujar leo yang mengirim pesan singkat itu, jejen pun terdiam beberapa menit dan membereskan tasnya dan memasukkan novel karangan Sapardi djoko, tak lupa kamera pocket tua yang berwarna coklat hadiah dari ibunya saat ia masih duduk dibangku sma selain suka menulis, bermain alat musik jejen juga suka memotret dan tidak lupa juga gitarnya yang ia beli saat kuliah dulu, ia membelinya dengan mengumpulkan uangnya.Dan ia bekerja setiap 6 hari dalam sepekan, jadwal kuliahnya di setiap hari libur.

Ketiga barang tersebut adalah benda wajib dibawa menurutnya, tas hitam ia bawa dan bergegas ingin pergi ketempat yang ia ingin tuju. Langkahnya terhenti sebentar membuka pintu kamar ibu dan memastikan bahwa ibunya sudah tertidur dan beristirahat karena waktu sudah malam. Semenjak kejadian tadi sore jejen mengkhawatirkan ibunya yang terus memikirkan masa depan jejen.Motor ia keluarkan dengan tidak menyalakannya dulu setelah ia dorong sejauh depan gang baru ia nyalakan agar ibu tidak bangun, motor ia pacu dengan kecepatan yang tidak terlalu cepat.

Dan jejen pun sampai.

tempat itu terasa membosankan dari luar ,tapi tujuan jejen bukan kantornya bekerja. Di lantai paling atas ada rooftop kesukaan jejen biasanya saat ia lelah dengan pekerjaannya ia sering sekali menuju lantai paling atas sekedar meminum kopi americano less sugar  , ia juga binggung mengapa ia menyukai americano yang sangat pahit itu mengapa bukan vanilla latte tapi menurut jejen itulah selera jejen. 

Jejen ingat saat ia baru datang dikantor ini dengan iseng iseng ke lantai paling atas ingin melihat ada apa dilantai paling atas dan saat melihatnya jejen langsung menyukai tempat itu dan ia memodifikasi rooftop itu menjadi tempat yang menyenangkan untuk dikunjungi saat ia merasa dirinya sedang tidak baik. 

Ia berjalan menuju kursi panjang berwarna coklat tua dan kopi americano ditangannya.saklar jejen nyalakan lampu warna warni menerangi tempat itu, ia keluarkan gitarnya dan alat tulisnya, ia menatap ibukota malam hari menuju dini hari terpampang jelas betapa indahnya ibukota dari atas sini.

Jejen mulai memainkan gitarnya dan menulis sebuah lirik lagu, sampai waktu dengan cepat berjalan hingga jam menunjukan pukul 03:00 dini hari.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline