Lihat ke Halaman Asli

Pendakian Salak: Golok di Sebatang Leher

Diperbarui: 8 Oktober 2015   09:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="papan petunjuk jalan di jalur pendakian gunung Salak (www.backpackerindonesia.com)"][/caption]Sejak mendengar penuturan dari teman saya yang pernah melakukan pendakian ke Gunung Salak, saya dan teman-teman saya langsung menjadikan tempat itu sebagai target pendakian kami! Gunung Salak memiliki ketinggian 2211 mdpl. Dibandingkan dengan dua saudara terdekantnya Gunung Gede-Pangrango yang memiliki ketinggian tiga ribuan, gunung Salak jadi nampak sangat kerdil. Meski begitu, si Kerdil jaul lebih menjanjikan tantangan dibandingkan dengan gunung Gede-Pangrango.

Hampir malam, ketika saya dan tiga teman saya: Aji, Amin dan Yoga sampai di bumi perkemahan Bukit Cangkuang, di desa Cidahu. Kabut memekat. Dingin merambati permukaan kulit. Selepas mengurus ijin pendakian, kami meniti jalan aspal yang menanjak. Mencari tempat untuk mendirikan tenda, sebelum malakukan pendakian esok hari.

Pagi hari, selepas mengisi perut kami dengan sarapan pagi, kami mengemasi perlengkapan kami ke dalam keril. Dari tempat kami mendirikan tenda, nampak sebuah puncak yang kami duga adalah puncak Gunung Salak yang sepertinya tidak terlalu jauh. Bahkan sempat kami meremehkannya, membandingkannya dengan puncak Gede yang sudah beberapakali kami daki, yang jauh lebih tinggi.

Setelah semua perlengkapan tertata rapi dalam keril, kami membuat lingkaran. Saya memimpin doa, sebelum siap melakukan pendakian hari itu. Baru saja kami akan mulai melangkahkan kaki, memulai pendakian hari itu, tiga orang pendaki berlari-lari seraya melambaikan tangan menghampiri kami.

Mau ke puncak ya, Mas?” tanya salah seorang dari mereka yang langsung dijawab dengan anggukan oleh kami berempat.

Boleh kami gabung?” mohon mereka, “sudah dua hari kami tersesat di gunung, dan tak berhasil menemukan jalur ke puncak.”

Boleh aja,” jawabku, “tapi kami berempat juga baru pertama kali mendaki ke tempat ini. Jadi, kita cari sama-sama aja jalur pendakiannya ya.”

Keteranganku itu sempat membuat tiga pendaki yang berasal dari Indramayu itu menjadi ragu. Saya dan juga teman-teman memang baru pertama kali ke tempat itu. Kami mendaki hanya berbekal sedikit keterangan dari teman saya yang sudah beberapa kali mendaki gunung Salak. Tapi akhirnya, tiga pendaki yang masing-masing bernama: Adi, Selamet dan Ari itu memutuskan untuk sama-sama mendaki bersama kami.

Beberapa pendaki yang berpapasan dengan kami, rata-rata lebih memilih Kawah Ratu sebagai tujuan mereka. Beberapa kali kami bertanya pada para pendaki itu, ternyata, memang tak banyak yang tahu jalur menuju puncak Salak. Hari itu kami hanya meraba-raba berdasarkan keterangan dari teman saya. “Susuri saja jalan batu, kalau bertemu pertigaan, belok ke kanan!” begitu informasi yang disampaikan oleh teman saya. Kami terus berjalan. Sampai kami menemukan sebuah tanda di pohon yang bertuliskan TOP (puncak). Sesuai petunjuk itu, kami membelok ke kanan.

Tapi rupanya, jalur yang kami lalui itu merupakan jalur pelantikan yang memang sengaja dibuat sesulit mungkin. Semak belukar menghadang jalan kami. Daun-daun salak hutan berkali-kali menggores kulit kami. Dengan kontur tanah yang naik turun, pendakian hari itu sungguh-sungguh membuat kami keletihan.

Aku berjalan di depan rombongan, membuka jalan. Dan langkah kami harus terhenti di depan sebuah jurang yang nyaris saja menelan tubuhku, kalau saja aku tak lekas-lekas berpegangan pada belukar yang merimbun persis di gigir jurang. Kami putuskan untuk beristirahat sejenak. Sambil mencari-cari jalan, untuk menghindari jurang itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline