Lihat ke Halaman Asli

Hendra Mahyudhy

Deliriumsunyi

Joker (2019), Ketika Tragedi dan Komedi Anak Manusia Diperburuk Oleh Society?

Diperbarui: 22 September 2019   03:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Screenshot official trailer

"When you bring me out, can you introduce me as Joker?"

Dua trailer Warner Bros Picture tentang film Joker telah resmi dirilis sedari Rabu (28/8/2019) lalu. Dalam video pratayang berdurasi 2 menit 25 detik tersebut sekelebat interpretasi bermunculan tentang ke mana akan dibawa kisah dari sosok Villain Protagonist terkenal dari DC Universe.

Dalam video pratayang yang telah resmi diunggah rumah produksi Warner Bros di kanal Youtube, tercelik perbedaan yang menonjol akan sosok Joker yang selama ini kita kenal dalam film-film sebelumnya. Diketahui pada beberapa film yang pernah ada, Joker menjadi oponen utama Batman karena terjatuh dalam zat kimia yang melukai pikiran dan tubuhnya. Cerita ini pertama kali diangkat dalam film animasi berjudul Batman: The Killing Joke.

Pun menilik beberapa runtutan film Batman lainnya, Joker selalu dikisahkan menjadi sosoknya karena reaksi dari senyawa kimia. Lalu bagaimana dengan Joker yang akan tayang pada Oktober nanti di bioskop Indonesia?

Official Instagram Joker (2019)

Pada video pratayang resmi yang beredar, tergambar sosok Joker yang diperankan oleh Joaquin Phoenix ini tidak dicelupkan secara langsung ke dalam cairan kimiawi asli oleh sutradara Todd Phillips. Namun ia diceburkan menuju senyawa kimia yang lebih kejam, mari kita sebut itu ((society)), yang menciptakan menjadi sebuah delusi.

Dalam sebuah kalimat yang pernah diukir filsuf kenamaan Friedrich Nietzsche, disebutkan seorang anak manusia harus tetap memiliki kekacauan dalam dirinya, untuk dapat melahirkan bintang-bintang yang menari--dan sebuah metafora juga terlontar, selalu ada kegilaan dalam cinta, tapi juga selalu ada alasan dalam kegilaan.

Mengkorelasikan kutipan Nietzsche, citra Joker yang akan tayang nanti disebutkan adalah seorang bernama Arthur Fleck, ia bekerja sebagai badut jalanan. Pekerjaan itu ia lakukan karena ibunya pernah berkata, bahwa ia harus memiliki tujuan hidup untuk membuat orang lain tertawa dan bahagia. Pekerjaan itu ia lakukan atas dasar cinta, cinta yang pada akhirnya menciptakan kegilaan untuk sebuah alasan, seperti yang Nietzsche katakan.

Screenshot Official Trailer

Terbentuknya sosok Joker bisa jadi karena hal ini, ketika realita yang ia harapkan berbeda dan masyarakat yang alih-alih membantunya, malah turut membuatnya menjadi semakin terpuruk. Hal ini bisa dikatakan akan ciri khas society metropolitan yang individualistik. Ketika empati menjadi hilang akan oranglain, dan kita pun sebagai masyarakat terkadang turut menciptakan rantai keburukan yang berkesinambungan terhadap lingkungan yang semakin individualis.

Dalam video pratayang juga ditampilkan fragmen, ketika Arthur memilih kerjaan tambahan sebagai stand-up komedian, akan tetap lawakan yang ia tampilkan berkebalikan buruk kepadanya. Riuh tawa ejekan penonton, seolah-olah memaksanya tercebur dalam senyawa kimia jahat yang diproduksi masyarakat, hingga keputusasaan dalam pencarian jati dirinya melahirkan sosok yang kita kenal dengan Joker, dengan tawa begitu khas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline