Lihat ke Halaman Asli

Hendra Mahyudhy

Deliriumsunyi

"Le Havre", Membangun Relasi Kemanusiaan yang Memanusiakan Manusia dalam Karya Aki Kaurismaki

Diperbarui: 24 Agustus 2019   03:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

imdb

"Bahagia atau tidaknya hidup ini, kita tetap harus layak untuk merayakannya,"

Memparafrasekan penjelasan Makbul Mubarak dalam tulisannya di cinemapoetica.com, film atau sinema, ibaratnya seni pada layaknya, ia mencatatkan peristiwa menggunakan rasa, menyilipkan empati dan imajinasi sebagai tinta dan kamera sebagai pena.


Penjelasan itu juga pernah disampaikan begawan lawas Alexandre Astruc hampir seabad lalu. Kamera sudah sepatutnya menjadi pena dari pengarangnya, dan sutradara adalah sang pengarang yang akan membawa kita kepada buah karyanya.

Bila sang pengarang dan pena sudah ada, maka yang dibutuhkan selanjutnya adalah bahasa. Bahasa yang akan membawa kita pada pemikiran-pemikiran di batas terakhir berupa penilaian dan pesan dari karya itu sendiri.

Seperti yang dilakukan Aki Kaurismki, sineas asal Finlandia yang bagi saya masyhur dengan karya-karya mewakili kaum kelas bawah dan kelas pekerja, dalam bahasa keren Karl Marx disebut kaum proletariat.

Dalam film Le Havre, Aki mencoba membawa kita kepada jalan kemanusian di tengah kontradiksi kaum imigran dan pencari suaka baik di negara barat maupun Indonesia sendiri.

Tentu saja Aki tidak sejayus yang kita kira, rangkaian narasi ia selipkan sebagai dasar bagi kita untuk menjadikannya buah pikiran. Alih-alih fokus membawa kita pada kekejaman bangsa eropa akan kaum terjajah, di sini Aki membangun rangkaian relasi kemanusian yang memanusiakan manusia itu sendiri.

Le Havre adalah sinema yang bisa membantu kita memaknai arti kemanusian dan rangkaian penderitaan yang membuat mereka harus menempuh jalan yang jika kita tanyakan pada diri sendiri, pasti kita tidak ingin mengalaminya.

Mengambil latar kota pelabuhan di utara Prancis bernama Le Havre, kota ini pernah sangat begitu hancur pasca perang dunia ke II. Konon, di kota itu cuaca selalu buruk dan matahari sangat pelit bersinar.

Di kota pelabuhan yang identik dengan industri dan kaum proletariat inilah kemanusiaan itu terjalin melalui empati dan imajinasi Aki selaku sutradara pada tahun 2011. Ia tugaskan Andr Wilms menjadi Marcel Marx (protagonis), sosok bohemian dan penulis miskin yang akhirnya melepaskan ambisi kesusastraanya dan menetap di Le Havre.

Lepas dengan perjuangan sebagai penulis Marcel pun menjalani hidup sederhana bersama istrinya Arletty (Kati Outinen), bersosialisasi di basis sekitar dalam bar favoritnya dan memilih profesi sebagai tukang semir sepatu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline