Lihat ke Halaman Asli

Dedy Pratama

Seorang yang akan terus belajar dari hikmah dan pengalaman kehidupan

Cerpen | Kurnia, Perawat di Ujung Tanduk

Diperbarui: 13 April 2020   19:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Pixabay/Engin Akyurt

"Bu'e aku tak budal disek yo?"
"Bu, aku berangkat dulu ya?"

"Baru jam piro to nduk, kok nganti kesusu? Iku sarapane urung di maem."
"Baru jam berapa nak, kok terburu-buru? Itu sarapannya belum di makan."

"Inggih bu, mangke mawon. Aku engko tak mampir sarapan sek. Akeh pasien bu'e." Ujar Kurnia yang sedikit mengambil langkah terburu.
"Iya bu, nanti saja. Aku nanti mampir sarapan dulu. Banyak pasien bu."

Ia bergegas menuju bibir pintu. Duduk pada anak tangga. Kemudian memakai sepatu pantofel.

"Hati-hati yo nduk. Di jogo kesehatane. Jangan sampai kecapekan."
"Hati-hati ya nak. Dijaga kesehatannya. Jangan sampai capek."

Bersama ranselnya yang cukup besar. Kurnia berpamitan dengan ibunya.

"Doane ya bu."
"Doakan ya bu."

Ibunya merangkul erat tubuh Kurnia. Menyenderkan kepalanya. Tak terasa butiran air mata membasahi jilbab putih Kurnia. Kurnia mencium tangan ibunya lantas pergi.
*
Ibunya kemudian duduk di sudut. Melihat anaknya yang kini telah dewasa. Kurnia melangkah jauh, dan akhirnya hilang di sudut jalan.

Dahulu, ibunya tak pernah menyangka. Jika anaknya yang tomboy itu akan menjadi perawat. Bagaimana tidak, sepanjang hari, waktunya dihabiskan bermain dengan para lelaki. Sesekali sewaktu pulang ke rumah, ia mengeluh kakinya keseleo. Meski ibunya menahan amarah sebab tingkah anaknya. Namun rasa sedih melarutkannya.

"Kan wes ibu kandani nduk. Wong anak wedok iku, maine Karo bocah wedeok. Iki malah main bal-balan Karo cah lanang." Kata ibunya kala itu. Sembari mengurut pergelangan kakinya yang mulai membengkak.
"Kan sudah ibu kasih tau nak. Anak perempuan itu, main sama anak perempuan. Ini malah main sepak bola sama anak laki-laki."

"Aduuhhh, bu. Aduuhh, alon-alon to," jerit Kurnia.
"Aduuhhh, bu. Aduuhh. Pelan-pelan."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline