Lihat ke Halaman Asli

dedi s. asikin

hobi menulis

KH. Zaenal Musthofa, Gugur dalam Penjara

Diperbarui: 21 September 2021   21:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tiba-tiba saya kok ingin menulis kisah perjuangan para kiyai dan santri yang turut berjuang mencapai kemerdekaan Indonesia .

Tak ada niat membandingkan peran mereka dengan kebaikan pemerintah kepada kiyai, santri dan pondok belakang ini. Budi baik itu bukan untuk dibanding banding. Bukan untuk dibuat nilai. Biarkan itu menjadi bekal masing-masing dalam peradilan Allah di Yaumil Mahsyar nanti.

Pun jika saya mulai menulis dengan menampilkan seorang kiyai dari Jawa Barat dan kebetulan pula berasal dari lembur kuring di Tasikmalaya,  bukanlah karena provinsialisme. Ini semata karena ada sedikit pertautan sejarah.

Tahun 1973, saya sedang bertugas sebagai wartawan di Tasikmalaya. Waktu itu terjadi pemindahan kerangka jenazah KH Zaenal Mustofa dan sejumlah santrinya dari sebuah pemakaman di daerah Ancol Jakarta Utara ke Makam Pahlawan Sukamanah kecamatan Sukarame Kabupaten Tasikmalaya. Saya hadir di Sukamanah. Saya juga masih ingat, gubernur Jawa Barat waktu itu Solihin GP hadir di sana.

KH ZAENAL MUSTOFA lahir dari keluarga petani berkecukupan pasangan bapak Nawafi dan ibu Ratmah. Ketika kecil beliau bernama Hudaemi. Setelah selesai SR, Hudaemi meneruskan belajar di pesantren. 

Pondok pertama tempat menekuni ilmu agama di Gunung Pari. Itu adalah pondok milik kakak sepupunya Kiyai Dimyati yang lebih dikenal dengan nama Zaenal Muchsin. Setelah itu beliau meneruskan belajar di beberapa pondok antara lain Cilenga Leuwisari dan Sukamiskin Bandung.

Setelah 17 tahun belajar agama, tahun 1927 beliau menunaikan ibadah haji. Pulang dari sana dalam usia 28 tahun, mendirikan pesantren Sukamanah di Cikembang. Setelah berhaji beliau berganti nama menjadi KH Zaenal Mustofa.

Ternyata ia tak hanya membawa dan menggethok tularkan ilmu agama kepada santri dan masyarakat, tapi juga membawa dan menggelorakan jiwa dan semangat nasionalisme. Lewat khutbah dan pengajian disampaikan tentang kebangsaan dan manfaat saling memelihara persatuan diantara sesama muslim di Nusantara ini. Sekaligus juga disampaikan tentang buruknya penjajahan.

Apa yang dilakukan kiyai muda dan kharismatik itu mulai terdengar oleh pemerintah Belanda. Setelah beberapa kali diperingatkan sampai diturun mimbarkan, namun tidak ada kapoknya.  Pada tanggal 17 Oktober 1941, ia ditangkap bersama kiyai Ruhiat dari Cipasung, H. Syirod dan Hambali Syafei. Mereka dikerangkeng di penjara Tasikmalaya dengan tuduhan menghasut masyarakat menentang pemerintah.

Mereka dibebaskan tanggal10 Januari 1942. Tapi karena masih meneruskan membakar semangat anti kolonial kepada masyarakat, akhir Februari 1942, beliau dan KH Ruhiat ditangkap lagi dengan tuduhan yang sama. Besok harinya mereka dipindahkan ke penjara Sukamiskin Bandung.

Tanggal 8 Mart 1942 Belanda menyerah kepada Jepang. Dengan harapan akan mendukung pendudukan Jepang dengan semboyan untuk kemakmuran bersama Asia Timur Raya, Mustofa dibebaskan tentara Jepang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline