Lihat ke Halaman Asli

Cokelat Sebelum Valentine

Diperbarui: 25 Juni 2015   19:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Papa..."

"Ya, Nak?"

"Hmm... Gak papa."

"Loh, cerita aja."

"Pingin cokelat."  Kulihat Papa terdiam, jadi merasa bersalah sekali, kukutuk diriku yang tak pernah bisa menahan keinginan. Kuingat jelas setahun lalu, bulan Februari juga Papa menyediakan satu kerdus besar cokelat Delphi di rumah yang mana malah saking banyaknya sampai eneg tak ada yang mau.

"Ah, Papa.. Lingga cuma bercanda kok, gimana hasil kebun Pa? Singkongnya uda besar-besar lum? malah jadi pingin singkong nih. hehehe.."

"Dasar kamu, pinginnya apa aja sih sampai gembul."

"Yeee.. enak aja, udah ga gembul lagi yaa.. kurusan dikit ni Pa. udah cocok jadi model majalah. hahaha.."

"Iya, majalah perawatan binatang khan? hahaha..."

Dulu ya dulu, sekarang ya sekarang Lingga. Padahal Papaku bukan kalangan artis tapi kenapa banyak yang mengejarnya dan selalu datang tiba-tiba, yang datangpun gak tanggung-tanggung, mereka berbadan besar dan beraut muka garang seperti saat aku mengintip di balik jendela. Menyeramkan.

Papa mengajakku meninggalkan kota yang ku kenal itu ke desa sepi penduduk. Desa ini sejuk sekali, sebelah rumah kecil yang kami tinggali ini ada sungai yang namanya Lingga (dibaca: Linggo), cantik ya namanya seperti namaku. Kata Papa, ini tanah eyang dan eyang juga yang beri nama Lingga padaku, seperti sungai yang tak ada ujungnya, eyang mau aku selalu berbelas kasih tak ada habisnya pada sesama  seperti sungai Lingga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline